Gudegnet - Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM Deni Prasetio Nugroho ST, MT mengatakan, kemacetan di Yogyakarta belum tergolong parah.
“Sebenarnya belum (parah), kalau kita lihat sebenarnya distribusinya. Jadi kita cuma pada saat jam tertentu saja macetnya,” ucap Deni ketika ditemui Gudegnet di kantornya pekan lalu, Rabu (12/12).
Lebih lanjut ia mengatakan, di kota besar pasti akan mengalami jam puncak, yakni pagi hari yang merupakan jam berangkat sekolah atau kantor, maupun saat jam pulangnya.
“Kalau dibilang macet sebenarnya hampir semua kota-kota di Indonesia pada saat peak hour, yakni jam puncak pagi maupun sore itu pasti sama,” ucapnya.
Namun ketika liburan tiba, Jogja akan terasa sangat macet. Ia mencontohkan, libur long week end tiga hari saja, hampir semua jalan penuh di mana kebanyakan kendaraan tersebut merupakan plat luar Jogja.
Lebih lanjut ia menjelaskan, termasuk perkotaan Yogyakarta saat ini seluruh Kota Yogyakarta, ditambah Kabupaten Sleman sebagian dan sebagian lagi dari Bantul, atau yang sering disebut Kartamantul.
Kawasan inilah yang menjadi kawasan pusat inti, dan macet terjadi di titik-titik keluar masuk pintu kawasan ini.
“Paling mudahnya kita bisa menyebut kawasan yang di dalam ring road itu adalah batasan kita. Kalau kita lihat titik macetnya adalah dari dalam ataupun luar ring road yang crossing,” katanya.
Menurutnya kebanyakan pemukiman saat ini ada di sekeliling atau di luar wilayah perkotaan. Karena itulah ada pergerakan masuk perkotaan di pagi hari dan kembali lagi ke pemukiman di sore hari.
Kawasan Jombor yang awalnya perlintasan sebidang dan saat ini memiliki fly over dan underpass, menurutnya merupakan salah satu solusi dari pemerintah untuk mengurangi kemacetan.
“Untuk di kawasan Kentungan sama Condongcatur, pemerintah tahun ini harusnya ada kontruksi untuk underpass,” ucapnya lagi.
Deni mengatakan, untuk menghindari kemacetan Yogyakarta berkembang menjadi parah, diperlukan komitmen semua pihak.
Kirim Komentar