Seni & Budaya

To Remember: Suatu Perjalanan Memori dan Respon Sosial Politik

Oleh : Trida Ch Dachriza / Senin, 24 Juni 2019 21:28
To Remember: Suatu Perjalanan Memori dan Respon Sosial Politik
Kusbudiyanto dan Haryo SAS, berdampingan dengan karya masing-masing di BBY (24/6)-Gudegnet/Trida

Gudeg.net—Tonggak memori menjadi fondasi kreasi karya. Pameran ‘To Remember’ yang diadakan di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) dari tanggal 22 hingga 30 Juni 2019 ini menawarkan perjalanan pikiran oleh seniman Haryo SAS dan Kusbudiyanto.

Karya-karya yang ditampilkan mengajak penikmat untuk melihat interpretasi kelebatan pemikiran dan renungan yang divisualkan oleh dua seniman yang sudah malang melintang di dunia visual art cukup lama ini.

Lebih baik lagi jika karya lalu kita interprestasikan agar relevan dan memiliki koneksi dengan perjalanan waktu kita sendiri. Saatnya untuk mengaktifkan tombol empati dalam diri.

“Kami menggunakan judul ‘To Remember’ karena karya ini menggambarkan suatu perjalanan. Ini adalah momen-momen yang mengena dalam diri,” jelas Kusbudiyanto yang akrab dipanggil Pak Kus saat ditemui di BBY (24/6).

Kusbudiyanto banyak menggunakan motif dan pola dalam karya mix medianya, terutama motif batik truntum dan kawung. Situasi sehari-hari seperti kesibukan pasar tradisional atau roadtrip yang digambar dengan fitur karakter yang jenaka banyak mengisi karyanya.

Kusbudiyanto, To Remember
Seorang pria mengamati lukisan karya Kusbudiyanto di BBY (24/6).

Kus mengaku ketertarikannya menggunakan mix media dalam karyanya dikarenakan kebosanan dan ingin memberikan alternatif yang berbeda agar tidak monoton.

“Kadang muncul ide yang sedikit liar, saya visualkan dengan cara penggunaan mix media,” jelas pria yang juga adalah konsultan desain untuk pengrajin rotan di Kalimantan sejak 2014.

Selain situasi sehari-hari, kita dapat juga menemukan karyanya yang lebih abstrak dan merespon situasi sosial politik di Indonesia, seperti ‘Pseudo’ (2018) dan ‘Super Dog’ (2018) yang mengadaptasi gaya lukisan Eddie Hara.

Sedangkan untuk lukisan yang lebih ‘gelap’ dari pria pelaku handicraft ini dapat kita renungkan di karya ‘Not Strong Enough’ (2019).

Kusbudiyanto, To Remember
Not Strong Enough karya Kusbudiyanto (2019) dipamerkan di BBY hingga 30 Juni 2019 (24/6).

Hariyo Seno Bagus Subagyo, atau lebih dikenal sebagai Haryo SAS menampilkan banyak karya bertema relijius atau memiliki latar belakang reliji dengan goresan cat akrilik atau pensil.

Seperti dalam karya ‘Doa 1’ (2018) dan ‘Doa 2’ (2018) adalah gambar pensil yang eksplisit menggambarkan keadaan berdoa. Pada Doa 1 kita dapat melihat Bunda Theresa memgang rosario, dan pada karya Doa 2, seorang ibu sepuh sedang dalam posisi berdoa selayaknya masyarkat Hindu di Bali.

Haryo SAS, To Remeber
Empat karya Haryo SAS dengan media pencil on paper (ki-ka) 'DOA1', 'DOA 2', 'OPLAS', 'HOPE'. Karya ini dipamerkan di BBY (24/6).

Salah satu karya pria kelahiran 4 Desember 1972 ini dinamai ‘It’s Me’ (2019). Dalam karya ini kita dapat melihat stigmata dalam karakter yang digambarkan dengan akrilik di atas kanvas. Bagian tubuh dalam karakter dalam karya ini tampak memiliki luka di bagian telapak tangan dan lambung, menyerupai Yesus Kristus.

Bahkan untuk karya ‘Praise 1’ dan ‘Praise 2’ (2019) kurator Regina Bimadona mengutip mazmur 150: 4-6 dalam tulisan penjabaran karyanya, “Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian.”

Haryo SAS, To Remember
'PRAISE 1' dan 'PRAISE 2' karya Haryo SAS (2019), acrylic on canvas.

Karya yang menarik perhatian adalah ‘Rahwana dan Shinta’ (2019). Shinta biasanya dipasangkan dengan Rama sebagai ikon pasangan yang ideal. Namun, Haryo SAS memasangkan Shinta dengan Rahwana yang telanjang.

“Saya ingin mengungkapkan bahwa Shinta itu adalah kearifan lokal dari nusantara. Kemudian Rahwana saya gambarkan sebagai kebudayaan lain yang menawarkan suatu keterbukaan dan kebebasan,” ujarnya saat ditemui di BBY (24/6).

Haryo SAS, To Remember
'Rahwana dan Shinta' karya Haryo SAS di BBY (24/6).

Rahwana juga ia anggap menawarkan keduniawian. Rahwana menawarkan pada Shinta, tak usah lah setia pada dengan budaya. Marilah kita menikmati hidup dengan leluasa, terbuka, dan bebas. Suatu makna yang perlu dicerna dengan pikiran terbuka.

Haryo juga menyinggung situasi politik lewat karyanya. Seperti dalam karya 'Oplas' (2019). Ia bercerita bagaimana situasi di Indonesia dapat carut marut hanya karena seorang perempuan yang melakukan operasi plastik. "Sebuah kejadian yang tidak penting tapi menguras perhatian dan energi," ujar narasi Regina.

Pameran ini berlangsung hingga tanggal 30 Juni 2019 mendatang di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) yang terletak di Jl. Suroto No.2, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Galeri tutup pukul 21.00 WIB.

Karya-karya Haryo SAS juga dapat dilihat di https://arthouseofharyosas.blogspot.com/?m=1. Profil Kusbudiyanto dapat dilihat di https://www.novica.com/artistdetail/?faid=10608 atau http://www.artnet.com/artists/kusbudiyanto/
 


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SWADESI ADHILOKA

    SWADESI ADHILOKA

    Handayani FM


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini