Seni & Budaya

Sarat Makna dan Nilai Historis, Pameran Sekaten Pamerkan Peninggalan HB I

Oleh : Trida Ch Dachriza / Jumat, 01 November 2019 20:52
Sarat Makna dan Nilai Historis, Pameran Sekaten Pamerkan Peninggalan HB I
GKR Bendara menjelaskan cerita dan kegunaan Kanjeng Kyai Tandhu Lawak saat tur kuratorial (1/11)-Gudegnet/Trida

Gudeg.net—“Menghadang Gelombang, Menantang Zaman”. Tema pameran Sekaten tahun ini erat dengan eksistensi budaya Mataram dan Keraton Yogyakarta.

“Pameran Sekaten ini menjadi sebuah upaya menjahit memori kolektif dari perjuangan Pangeran Mangkubumi setelah 20 dasawarsa silam,” ujar GKR Hayu, Ketua Pameran Sekaten 2019, putri keempat Sultan Hamengku Buwono X dalam pembukaan dalam booklet Pameran Sekaten.

Pameran tematik kali ini memang mengangkat kisah Sultan Hamengku Buwono yang pertama. Bermacam-macam benda kisah dan cerita pencapaian Ngarso Dalem pertama setelah perjanjian Giyanti akan kita temukan di sini.

Walaupun telah diadakan sebelumnya, pameran Sekaten kali ini unik dan berbeda. “Pertama kali kami pamerkan untuk publik Kanjeng Kyai Tandhu Lawak milik HB I yang seluruhnya masih orisinil, dan setiap malamnya akan ada pertunjukan seni yang semua bertemakan HB I,” ungkap GKR Bendara, wakil ketua Pameran Sekaten 2019 sekaligus putri kelima Sultan HB X.

Ia juga mengungkapkan,”Jika tidak datang melihat sekarang, bisa sepuluh tahun baru bisa lihat lagi.”

Kanjeng Kyai Tandhu Lawak sendiri adalah tandu yang dipakai oleh Sultang Hameng Kubuwono I saat ia mulai sakit. Tandu ini adalah moda transportasi yang ia gunakan jika berkeliling di area keraton seperti ke masjid misalnya.

Tandu berwarna merah tersebut masih berada dalam kondisi yang sangat baik. Menurut GKR Bendara, tidak ada bagian dari tandu tersebut yang pernah diganti. Tandu tersebut bahkan masih berdiri sendiri tanpa bantuan.

Kita juga dapat melihat Babad Ngayogyakarta I yang ditulis tangan oleh HB I. Isinya adalah filosofi dan ajaran hidup yang diturunkan oleh Ngarso Dalem dengan tujuan agar keturunan-keturunannya akan dapat hidup dengan filosofi dan ajaran yang sama.

Menurut tradisi, setiap sultan yang bertahta di Kraton Yogyakarta akan menulis babad ini di penghujung masa pemerintahannya. Namun Sultan HB X sampai saat ini belum membuat babadnya, begitu pula dengan ayahnya, Sultan HB IX.

Melalui pameran ini diharapkan masyarakat dapat memaknai Sekaten sebagaimana seharusnya. Pada awal diadakannya pula, Sekaten adalah media penyebaran bagi keraton.

“Dahulu kraton memakai gamelan untuk memanggil warga untuk berkumpul. Dimainkan tanpa henti berhari-hari,” ungkap GKR Bendara lagi. Setelah masyarakat berkumpul, akan diceritakan kisah-kisah keagamaan dan sejarah. Gamelan yang dipakai adalah Kanjeng Kyai Nagawilaga.

Kanjeng Kyai Nagawilaga adalah gamelan yang diperintahkan dibuat oleh HB I untuk melengkapi Kanjeng Kyai Guntur Madu. Kanjeng Kyai Guntur Sari, pasangan aslinya didapatkan oleh Kasunanan Surakarta.

Acara ini juga diharapkan dapat menjadi media edukasi bagi masyarakat untuk dapat membedakan beberapa hal yang berbeda dari kraton Yogyakarta dan Surakarta seperti motif batik, wayang, keris, dan adat lainnya.

"Beberapa kali saya datang ke kawinan kainnya gaya Surakarta, blangkonnya beda, kerisnya lain lagi," cerita GKR Bendara sambil tersenyum. Dia mengharapkan pameran ini dapat membantu warga untuk dapat membedakan gaya-gaya ini.

Pameran Sekaten akan berlangsung dari 1-9 November 2019 di Kraton Pagelaran dan Siti Hinggil dengan membayar Rp5.000 saja.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    UNISI 104,5 FM

    UNISI 104,5 FM

    Unisi 104,5 FM


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini