Gudeg.net—Suwarno Wisetrotomo menyebutkan bahwa lukisan Yeni Fatmawati merupakan percakapan intim antara ‘dirinya yang penuh’, atau tawar-menawar antara ‘dirinya yang kosong’ dengaan ‘ruang kosong’ untuk membuatnya terisi.
Kosong macam apa yang ‘diwujudkan’ Yeni, negoisasi macam apa yang dilakukan Yeni dengan obyek, tema, dan kanvas adalah hal yang dapat ditelusuri penikmat lukisan-lukisan Yeni. Melalui puisi, kosong disuarakan lewat kata.
Berjudul “Mozaik Kehidupan”, pameran tunggal Yeni menawarkan drama-drama kecil di kehidupan dengan menggunakan simbol-simbol satwa. Suatu respon atas pergolakan politik dan keadaan sosial di Indonesia.
“Mozaik itu adalah kepingan yang menjadi suatu bentuk. Mozaik Kehidupan saya gambarkan lewat satwa; capung, kucing, bebek,” cerita Yeni saat berbincang dengan GudegNet di pembukaan pamerannya di Tembi Rumah Budaya, Jumat (10/1).
Ia menjelaskan, capung bukan sekadar capung. Begitu pula dengan bebek dan kucing. Capung memiliki hidup yang sangat singkat. Namun di mana ada capung di situ ada air bersih. Hidupnya memberikan makna. Capung juga meruakan simbol keharmonisan dan keindahan.
Suwarno Wisestrotomo, pengajar pasca sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang mengisi pembukaan di katalog "Mozaik Kehidupan" menyebutkan istilah 'ayat-ayat satwa' dalam menggambarkan pemilihan obyek Yeni.
Dalam karyan yang diberi judul “Yang Terpilih”, Yeni menggambarkan dua bebek di atas kursi. Tidak cukup megah untuk dikatakan singgasana, juga tidak cukup bersahaja untuk dikatakan sekadar bangku.
Karya Yeni Fatmawati "Yang Terpilih"
“Keduanya adalah yang pemimpin-pemimpin kita yang terpilih,” ungakp Yeni. Makna bebek dan kursinya Yeni serahkan pada penikmatnya yang melihat. Bagaimanapun juga, makna menjadi milik publik saat suatu lukisan dipamerkan.
Berbeda lagi karya berjudul “Antri”. Cukup eksplisit dengan penggambaran bebek yang berjejer tiga ke belakang. Ia ingin menyuarakan bahwa binatang saja bisa antri, kenapa orang tidak.
Kucing pun ia gambarkan duduk di atas bangku. Saking nyamannya, Yeni melanjutkan, kucing sering lupa berdiri.
Penggambaran-penggambaran ini terjadi secara spontan. Yeni tidak merencanakan apa yang akan dia lukis. Ide tercetus di kepalanya, lalu ia melukisnya.
Yeni berswafoto dengan lukisan "Potret Diri" di pembukaan pamerannya, Jumat (10/1).
Ikut menyumbang puisi dalam buku antologi puisi “Kepak Sayap Waktu” yang diterbitkan Tembi Rumah Budaya bersamaan dengan pembukaan pamerannya, Yeni sudah bergulat dengan puisi sedari kecil.
Melukis baru ia jalani dari tahun 2015 saat ia ditodong melukis di atas media sebesar dua meter. Tak hanya melukis, ia juga mematung. Istri dari Fahmi Idris ini mengungkapkan penyesalannya tidak membawa karya patungnya ke Jogja.
Sebelumnya, ia adalah penikmat seni. Pekerjaannya membawa ia ke beberapa negara lain. Ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi galeri di kota setempat.
Pameran “Mozaik Kehidupan” berlangsung hingga tanggal 17 Januari 2020 di Tembi Rumah Budaya, Jalan Parangtritis Km 8,5, Sewon, Bantul
Kirim Komentar