Seni & Budaya

Menapak Tilas Kehidupan Peranakan Tionghoa di House of Kapiten Tan Djin Sing

Oleh : Wirawan Kuncorojati / Rabu, 05 Februari 2020 10:00
Menapak Tilas Kehidupan Peranakan Tionghoa di House of Kapiten Tan Djin Sing
Pameran Koleksi Peranakan Tionghoa di House of Kapiten Tan DJin Sing dalam Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, Minggu (2/2) - Gudegnet/ Wirawan Kuncorojati

Gudeg.net - Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta menghadirkan aneka kuliner dan kesenian. Tahun ini acara yang diselenggarakan di Kampung Ketandan, 2-8 Februari 2020 tersebut untuk pertama kalinya menggelar Pameran Koleksi Peranakan Tionghoa.

Pameran ini digelar di House of Kapiten Tan Djin Sing, sebuah rumah yang dahulu merupakan tempat tinggal tokoh Tionghoa, Tan Djin Sing. Dari perempatan Ketandan, langsung saja menuju ke arah selatan. Rumah ini ada di kanan jalan.

Agus Handoko, Ketua Divisi Pameran PBTY, mengatakan, pameran ini diadakan untuk memberi gambaran tentang kehidupan peranakan Tionghoa pada zaman dulu. "Bangunan ini diperkirakan sudah ada sejak 1830-an," kata Agus kepada Gudegnet, Minggu (2/2).

Perabot rumah disesuaikan dengan keadaan di zaman dulu. “Perabot paling muda tahun 1960. Paling tua tahun 1900-an, lemari baju,” kata Agus. 

“Kalau dilihat mebelnya ini model peranakan semua. Peranakan Jawa, kemudian ada Eropa, juga ada yang Chinese. Karena sebetulnya yang namanya Tionghoa peranakan itu kan ya peranakan dari Tionghoa sendiri, campuran Jawa, campuran Eropa ada, Arab ada,” ucap Agus.

Agus melanjutkan, untuk bangunannya, rumah ini bergaya Eropa, ditandai dengan adanya pilar-pilar besar. Selain itu dipamerkan pula busana-busana peranakan. 

Pada bagian depan rumah, terdapat selasar atau ruang tunggu untuk tamu. Pada bagian ini terdapat altar Dewa Kwan Kong. “Menunjukkan bahwa penghuni ini sangat menjunjung tinggi kejujuran, ketegasan, keberanian,” terang Agus. 

Memasuki rumah, pengunjung akan melihat altar sembahyang untuk mendoakan leluhur. Di altar tersebut terdapat sesaji seperti kue kembang, pisang raja, pisang emas. 

Setiap sesaji memiliki filosofi. “Kalau diamati itu 'kan sama dengan Jawa. Ada pisang raja, pisang mas. Ini kan filosofinya sama, supaya derajat kita terangkat seperti raja. Kemudian berkilau indah seperti emas,” kata Agus. 

Selain itu ada pula kue mangkok. "Bentuknya mekar, supaya kehidupan kita selalu mekar," kata Agus. Ada pula kue kura-kura yang melambangkan umut panjang, juga tumpeng sebagai penghormatan kepada leluhur dan kepada yang maha kuasa. “Dari ketan semua, lengket. Supaya terjadi suatu ikatan, ikatan kita dengan leluhur,” tambah Agus.

Masuk ke bagian dalam, kita dapat melihat ruang perpustakaan, kamar tidur, juga teras belakang. Di teras belakang terdapat ruang makan dan ruang bersantai.

Pameran Koleksi Peranakan Tionghoa dalam acara PBTY di Kampung Ketandan, Minggu (2/2) - Gudegnet/ Wirawan Kuncorojati

Pengunjung juga dapat mencoba ramal keberuntungan dengan Chinese Astrologi. Pada tahun baru Imlek, menjadi tradisi warga peranakan Tionghoa untuk meramal keberuntungan. Ada beberapa metode seperti kartu, koin, hingga sket wajah. 

Selain melihat koleksi peranakan, dalam pameran ini pengunjung dapat mengikuti berbagai acara seperti Cooking Class (3/2), Sarasehan Batik Tionghoa (4/2), Festival Dimsum (6/2), peragaan & sarasehan tata cara minum teh (7/2).

Dengan pameran ini, Agus berharap anak-anak muda dapat lebih mengenal kehidupan dan tradisi leluhurnya

 


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini