Gudeg.net- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X kembali menghadirkan program Sultan Menyapa jilid 7 dengan mengangkat tajuk Dengan Modal Sosial, Bangun Tatatan Baru.
Berikut adalah isi dari Sultan Menyapa Jilid 7 pada hari Selasa (2/6);
Assalamualaikum wr.wb…
Salam sejahtera untuk kita semuanya,
SUWUNG, seakan kita masuk ke dalam labirin kesunyian. Isinya hanya kesenyapan tanpa batas. Dalam suwung, kita tak tahu harus berbuat apa. Inilah gambaran umumnya masyarakat yang dilanda kecemasan tak menentu.
Tuhan sebagai Suwung, Kemahasadaran dan Kemahakuasaan yang Memangku dan Meliputi seluruh keberadaan-Nya, dalam paham Jawa disebut: Suwung Hamêngku Ânâ. Ketika difikir, Dia seakan tiada. Ketika masuk di alam suwung, terasakan Dia ada. Ketika manusia paham tentang hakikat keTuhanan, maka kecemasan itu pun mereda, karena keyakinan akan ada-Nya. Itulah saat dimana hubungan vertikal mencapai puncak spiritual, luluh dalam manêmbah-nya insan ke haribaan Sang Khalik, yang sebelum ini terlupakan. Karena kita lebih mengedepankan agama masing-masing daripada berkhidmat ke hadirat-Nya.
SECARA horisontal, perlu meningkatkan kolaborasi, solidaritas dan partisipasi antarwarga untuk bertahan hidup. Karena keberadaan Covid-19 ini tak tertolakkan. Kehadirannya pun selalu menyertai kita, dimana pun kita berada. Sedangkan kapan waktu selesainya pun belum bisa diprediksikan. Meski sosoknya tak tampak dan tak teraba, dan kita pun memusuhinya, mau tidak mau kita harus berdamai dan menuruti hidup harmoni dengannya. Pakai masker, cuci tangan dan menjauhkannya dari wajah, jaga jarak yang aman, diam di rumah dan berkegiatan di luar dimana perlu, serta menjauhi kerumuman.
Namun demikian, jika terbangun semangat kemenyatuan antara pemimpin dengan rakyat di semua level, hingga RT/Dusun, ibarat dalam medan perang, kita masih memiliki peluang untuk menang. Artinya, dalam menggalang kesiapsiagaan melawan Covid-19 pun, basis pertahanan yang diperkuat adalah di tingkat RT/Dusun. Jika ketahanan masyarakat dibangun dengan kekompakan dan disiplin diri dalam mematuhi protokol kesehatan, saya percaya, kita akan segera menggapai hari esok yang cerah di depan kita.
ITULAH Modal Sosial warga masyarakat dan para birokrat yang kita miliki bersama. Konsekuensinya, aparat pemerintahan pun harus ikut berubah, dengan mematuhi protokol yang ditetapkan, disertai peningkatan layanan bagi masyarakat. Dalam bahasa Milenial, inilah basis platform sebuah aplikasi sosial menuju Tatanan Kehidupan Baru di DIY. Dengan kesadaran diri seperti itu, niscaya setiap warga secara organis akan menata dirinya-sendiri.
Secara struktural setiap aparat paham akan kewajibannya, tanpa diiming-imingi hadiah, atau diancam hukuman. Semuanya mengalir secara alami, layaknya mbanyu mili, yang menjadi ruh dari kesadaran bersama untuk mengasah ketajaman akal-budi sebagai pengikat kohesi sosial dan keterpanggilan membantu liyan. Bersatunya rakyat dengan pemimpin di segala lini hingga RT/Dusun adalah modal “Jogja-Gumrégah” untuk mengisi Tatanan Normal Baru.
Dan tiada lupa, marilah kita kobarkan Api Semangat Pantja Sila, 1 Juni 1945. Selamat Berjuang untuk Guyub dan Bangkit Bersama!
Sekian, terima kasih. Waalaikumsalam wr. wb…
Kepala Bagian Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY Ditya Nanaryo Aji menjelaskan makna dari tajuk yang diangkat oleh Sultan pada hari ini.
“Kekosongan dapat diartikan sebagai puncak kekhusyukan. Pada saat itulah manusia mencapai tingkat kesadaran spiritual, dimana manusia dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan,” jelas Ditya Nanaryo Aji, di Kompleks Kepatihan, Selasa (2/6).
Berpasrah dan mendekatkan diri pada Tuhan sekaligus dapat memperkuat tali batin manusia dimana akan semakin menenangkan suasana psikologis.
Hal ini tentunya berkaitan dengan New Normal, disikapi sebagai sebuah ikhtiar karena pandemi Covid-19 ini adalah sebuah trial atau latihan dari menyambut situasi yang baru.
Beradaptasi dari sebuah pola hidup baru yang lebih sehat, teratur dan higienis. Selain itu juga disikapi dengan ketenangan, optimisme dan kepatuhan terhadap tatanan kehidupan yang baru.
“Masyarakat adalah ujung tombak pemutus rantai Covid-19 sekaligus garda terdepan dalam mengelola kehidupan sosial. Kerukunan dan kebersamaan adalah modal utama dalam menjalankan protokol kesehatan dan protokol sosial agar dapat bertahan,” tuturnya.
Jogja Gumregah harus dimodifikasi dalam situasi ini yaitu dengan inovasi, mengindahkan protokol kesehatan dan protokol sosial di era new normal.
Sultan juga berharap dengan hari lahirnya Pancasila dapat dijadikan sebagai spirit dalam menjaga, mengasah, dan mengasuh kebersamaan membangkitkan optimisme dalam kehidupan bernegara dan masyarakat.
“Dengan memahami dan menjalankan Bhinneka Tunggal Ika dan kelima sila Pancasila, bangsa ini dapat bergerak maju dalam situasi sesulit apapun dengan ketaqwaan, keadilan, persatuan, demokrasi dan keadilan sebagai modal utamanya,” harap Sultan.
Kirim Komentar