Gudeg.net- Keraton Yogyakarta meniadakan tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 Hijriah atau Satu Suro (Tahun Baru 1954 Jimakir).
Tradisi yang biasanya digelar malam sebelum pergantian Tahun Baru Islam ini ditiadakan karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
“Untuk tahun ini tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng memang ditiadakan karena masih dalam masa pandemi Covid-19,” ujar Pangarsa Paguyuban Abdi Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, KMT Projosuwasono pada siaran pers yang diterima Gudegnet, Rabu (19/9).
Walaupun tradisi tersebut resmi ditidakan, KMT Projosuwasono mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk melakukan Tanggap Warsa di rumah masing-masing.
“Masyarakat masih bisa memanjatkan doa dari rumah. Doa untuk keluarga, diri sendiri dan kebaikan bagi negara Indonesia,” imbaunya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono.
“Karena situasi tidak memungkinkan dan mengikuti peraturan pemerintah maka Lampah Budaya Mubeng Beteng ditiadakan,” ujar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono saat dikonfirmasi melalui Humas Keraton, Rabu (19/8).
Mubeng Beteng merupakan ritual tradisi yang sudah ada secara turun temurun setiap malam peringatan pergantian tahun baru Islam dalam penanggalan Jawa.
Dalam ritual ini seluruh peserta diharuskan untuk tidak berbicara atau mengeluarkan suara sedikitpun. Tujuannya agar kesakralan serta kekhusyukan tradisi dapat tercapai
Diawali dengan persiapan ritual dan pembacaan ayat suci Alqur’an oleh para abdi dalem di pelataran Kamandhungan Lor (Keben) pada pukul 22.00 WIB dan dilanjutkan berjalan kaki mengelilingi tiga benteng dari Keraton Yogyakarta pada pukul 00.00 WIB.
Rute yang dilalui biasanya yaitu Kamandhungan Lor (Keben)-Ngabean-Pojok Beteng Lor Kulon-Pojok Beteng Kulon-Jalan MT Haryono - Pojok Beteng Wetan-Jl.Brigjen Katamso-Jl. Ibu Ruswo, Alun-Alun Utara-lalu kembali lagi ke Kamandhungan.
Kirim Komentar