Gudeg.net—DI Yogyakarta telah lama menyandang gelar “laboraturium bencana”. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 12 jenis potensi bencana dapat ditemukan di sini.
Wilayah empat kabupaten dan satu kota ini memiliki sejarah panjang kebencanaan. Memang secara geografis, geologis, serta hidrometeorologis, DIY memiliki karakteristik alam yang mendukung terjadinya 12 potensi bencana tersebut.
Badan Meteorogi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini merilis siaran mengenai kajian potensi gempa bumi akibat megathrust yang dapat mengakibatkan tsunami setinggi 20 meter.
Kata kunci dalam siaran ini—yang sepertinya banyak diabaikan—adalah kata ‘potensi’. Kajian penelitian ini menunjukkan adanya potensi, bukan memberikan prediksi akan terjadinya gempa bumi yang disusul oleh tsunami ini.
“Potensi ini bukan berarti gempa akan terjadi. Kapan, di mana, dan seberapa besar terjadinya gempa tidak dapat diketahui,” ujar Agus Riyanto, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Sleman saat dihubungi Gudegnet (29/9).
Agus mengingatkan bahwa peran pemerintah daerah sangat penting untuk upaya pengurangan risiko bencana melalui kegiatan simulasi atau latihan gladi evakuasi dan juga sosialisasi.
Selain pemerintah daerah, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana juga harus meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana.
Edukasi masyarakat termasuk di antaranya adalah kemampuan perlindungan dan penyelamatan diri, merespon peringatan dini secara cepat dan tepat, serta peningkatan kewaspadaan tanpa menimbulkan kepanikan.
Sedangkan kewajiban langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah adalah menyediakan sarana dan prasarana evakuasi, peta rawan bahaya gempa bumi dan tsunami, jalur dan tempat evakuasi, melaksanakan gladi evakuasi secara rutin, menerapkan Building Code standar bangunan tahan gempa bumi dan tsunami (terutama untuk bangunan publik dan bangunan vital).
Langkah berikutnya adalah melaksanakan audit bangunan yang diikuti dengan upaya memperkuat konstruksi bangunan agar benar-benar tahan terhadap gempa bumi dan tsunami, serta dalam menerapkan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan menegakkan aturan secara ketat agar masyarakat dan seluruh pihak benar-benar mematuhi seluruh langkah upaya mitigasi ini.
“Langkah-langkah penyiapan strategi mitigasi yang sesuai dengan local wisdom saat ini harus benar-benar dilakukan, diuji dan ditingkatkan,” kata Kepala BMKG Indonesia, Dwikorita Karnawati dalam siaran pers yang diterima Gudegnet (29/9).
Dari 438 desa yang ada di DIY, 301 desa merupakan desa rawan bencana. Maka dari itu, kesiapsiagaan dan kemampuan mitigasi bencana krusial dimiliki oleh masyarakat untuk menekan angka korban akibat bencana alam.
Hingga tahun 2019, sebanyak 26 desa sudah masuk dalam kategori “Destana” atau “Desa Tangguh Bencana”. Hal ini adalah salah satu program upaya pemerintah DIY untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Ditargetkan hingga 2021 mendatang akan ada 301 desa yang menyandang gelar “Destana”.
Kirim Komentar