Gudeg.net- Arjo Suwito (88 tahun) hanya bisa berdiri di samping sepeda motor sambil memegang senter saat menunggu anaknya keluar dari rumah membawa kebutuhannya di pengungsian.
Rencanannya ia akan dibawa oleh sang anak Ribet (44 tahun) untuk turun ke barak pengungsian yang terletak di Balai Desa Glagaharjo, Sleman, Yogyakarta.
“Kulo mpun 88, aku lair wiwit jaman perang (usia saya sudah 88 tahun, saya lahir sejak jaman perang) dan disini rumah saya,” ujar Arjo Suwito ketika Gudegnet berbincang dengannya di rumahnya yang berada di Desa Kalitengah Lor, Cangkringan, Sleman, Sabtu (7/11).
Mbah Arjo panggilannya, ia merupakan satu dari ratusan warga yang masuk ke dalam kelompok rentan yang tinggal di sekitar daerah ancaman erupsi Gunung Merapi dan harus segera dievakuasi.
Desa Kalitengah Lor merupakan salah satu desa yang berjarak cukup dekat dengan Gunung Merapi yaitu sekitar 4 Km dan rekomendasi dari BPPTKG, lokasi tersebut harus dikosongkan dan tidak boleh ada kegiatan apapun.
Nampak raut wajah sedih di muka Mbah Arjo ketika hendak meninggalkan rumahnya. Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa karena memang harus segera di evakuasi ke lokasi yang lebih aman agar terhindari dari bahaya erupsi Gunung Merapi.
“Kulo mung manut anak e, di kon ngungsi yo ngungsi ben aman, jare (saya cuma mengikuti anak saya, biar aman kata dia),” jelas pria baya yang sudah cukup sulit dengan pendengarannya itu.
Area rumah Mbah Arjo terbilang cukup luas, terdiri dari beberapa bangunan rumah di kiri kanannya yang menghadap ke selatan membelakangi Gunung Merapi dan kandang hewan ternak menghadap utara.
Ketika Gudegnet berada di rumah Mbah Arjo sekitar pukul 16.00 WIB, suasana sangat hening, tidak ada suara keceriaan anak-anak maupun orang yang bercakap-cakap.
Yang terdengar hanya sesekali suara hewan ternak sapi dan sejumlah anjing yang sedang bermain disekitar rumah Mbah Arjo.
Akhirnya, Ribet anak mbah Arjo pun siap untuk mengantarnya ke barak pengungsian, ia membawa sebuah tas yang berukuran cukup besar.
“Ini bawa tas untuk keperluan bapak, baju ganti, handuk, alat mandi sama sarung untuk di pengungsian,” kata Ribet.
Setelah menaruh tas tersebut diatas motor, Ribetpun menuntun Mbah Arjo untuk dapat naik ke jok belakang sepeda motornya.
Agak kesulitan Mbah Arjo menaikinya, namun Ribet sangat telaten menuntun dan menungggu sang ayah hingga dapat naik ke atas motor.
Setelahh dirasa aman, barulah Ribet menyalakan sepeda motornya dan berpamitan untuk membawa ayahnya turun ke pengungsian.
“Mas tak antar bapak dulu nggeh, selak mbengi (saya antar bapak dulu ya, takut kemalaman), kasian bapak,” ujar Ribet sambil berlalu.
Sepergian Mbah Arjo dan Ribet, ada seorang wanita paruh baya yang berjalan menuju rumah Mbah Arjo namun ketika mengetahui tidak ada orang, wanita tua tersebut pergi berlalu.
Menjelang matahari tenggelam di ufuk barat, suasana desa yang berada di sekitar area Wanawisata Bukit Klangon tersebut sangat sepi, yang tertingal hanya pemuda-pemuda yang menjaga desanya.
Dari data BPBD DIY, Sabtu (7/11) tercatat sedikitnya 133 orang yang masuk ke dalam kelompok rentan di Desa Kalitengah Lor yang harus segera dievakuasi.
Kelompok rentan terdiri dari lansia,orang sakit, anak-anak/bayi, ibu hamil dan difabel. Mereka harus segera dievakuasi ke barak pengungsian di Balai Desa Glagaharjo agar dapat lebih aman bila terjadi satu hal yang tidak diinginkan.
Kirim Komentar