Seni & Budaya

Kesederhanaan Melasti Jelang Nyepi

Oleh : Rahman / Kamis, 11 Maret 2021 13:03
Kesederhanaan Melasti Jelang Nyepi
Umat Hindu memanjatkan doa pada saat mengikuti prosesi Melasti di Pantai Parangkusumo, Kamis (11/3)-Gudeg.net/Rahman

Gudeg.net- Tidak ada suara kendang Bali maupun Ceng-ceng (alat musik buah logam bundar yang diadu) yang biasanya membalut suasana Melasti umat Hindu menjadi meriah.

Selain itu, tidak ada juga tari-tarian, arak-arakan ratusan umbul-umbul ataupun bendera ciri khas umat Hindu yang biasanya dipancangkan berkibar selama prosesi.

Yang ada hanya suara denting lonceng yang terus menerus dibunyikan oleh Pandita (pendeta Hindu) dari awal berlangsung hingga akhir prosesi.

Upacara pembersihan atau menyucikan diri Melasti umat Hindu kali ini memang diselenggarakan penuh dengan kesederhanaan di Pantai Parangkusumo, Kabupaten Bantul, Kamis (11/3).

Hal ini dilakukan karena saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19. Umat yang datang pun dibatasi oleh penyelenggara dengan tujuan agar tidak terjadi kerumanan.

“Kami memang sengaja membuat ini menjadi sederhana, karena masih dalam suasana pandemi Covid-19,” ujar salah satu Panitia Melasti dari Parisada Hindu Darma Indonesia DIY, Ordy di lokasi Melasti hari yang sama.

Prosesi Melasti ini merupakan upacara sakral umat Hindu yaitu melarung sesaji ke laut biasa dilakukan menjelang Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1943 yang akan diperingati Minggu, 14 Maret 2021.

Dari pantauan Gudegnet, umat mulai berdatangan ke lokasi upacara sekitar pukul 09.00 WIB dengan menggunakan sejumlah kendaraan.

Umat yang terlihat hanya dalam jumlah kecil, sekitar 100 orang saja. Mereka membawa Banten atau baki dan Pralingga (tempat benda pusaka) yang akan diletakan di atas meja altar menghadap ke laut lepas Parangkusumo.

Banten dan pralingga beriskan beragam sesaji yang akan dilarung terdiri dari buah-buahan, bunga, ayam atau bebek hitam serta barang sakral dari pura masing-masing umat.

“Untuk tahun ini umat yang hadir memang dibatasi, hanya sekitar 100 orang saja secara keseluruhan dan itu hanya perwakilan dari pura-pura di DIY. Protokol kesehatan juga kami wajibkan bagi seluruh umat,” jelasnya.

Walau sederhana, panitia tetap melangsungkan seluruh rangkaian prosesi ritual yang harus dilakukan. Seperti persembahyangan yang dipimpin pandita, Ngamet Tirta Amerta (pengambilan air dari laut), melarung sesaji di laut dan lainnya.

Dengan beralaskan tikar dan karpet, seluruh umat Hindu peserta Melasti mengikuti seluruh prosesi, terlebih ketika melakukan persembahyangan, umat terlihat mengikuti dengan khidmat.

Doa-doa yang terlantun dari Pandita terdengar lirih namun tetap penuh dengan makna yang membuat umat semakin merasakan kedamaian dalam doa.

Seluruh rangkaian prosesi diakhiri dengan melarung sesaji yang sedari awal acara disimpan di altar utama. Seraya memanjatkan puji-puji, beragam sesaji dibawa ke tepian laut dan dibuang atau dihanyutkan.

“Tujuan melarung agar terlepas dari sifat-sifat buruk atau negatif. Selain itu, mengembalikan kepada laut pada yang menjadi haknya," ungkapnya.

Ia menambahkan, sesaji yang dilarung diharapkan sampai kepada Sang Hyang Baruna atau Penguasa Samudera sambil memohon Nugraha atau keberkahan Tirta Amarta, untuk menetralisir alam semesta.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    GCD 98,6 FM

    GCD 98,6 FM

    Radio GCD 98,6 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini