Gudeg.net—Perceraian bukanlah suatu hal yang diinginkan oleh pasangan suami istri (pasutri) mana pun. Namun, terkadang ada hambatan di tengah masa pernikahan yang membuat pasangan harus berpisah.
Keadaan finansial adalah salah satu hal yang signifikan terdampak setelah bercerai, baik untuk pasangan yang dua-duanya bekerja atau hanya salah satu saja. Apalagi jika ada buah hati dalam pernikahan, masalah finansial menjadi semakin pelik.
Kondisi ini mau tidak mau harus dihadapi, karena itu siapkan diri dengan langkah-langkah dari Lifepal berikut.
#1 Ketahui aset-aset yang dimiliki
Hal pertama yang perlu dilakukan setelah bercerai dengan pasangan adalah mencari tahu jumlah aset-aset.
Menurut Pasal 35 UU no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Ketika salah satu pasangan hendak menjual aset yang mereka dapat semenjak perkawinan (misalnya rumah), maka dia wajib meminta izin dari pasangannya. Harta bersama inilah yang akhirnya yang seringkali disebut harta gono-gini.
Harta tersebut bisa menjadi potensi masalah yang paling utama muncul ketika pasangan suami istri memutuskan untuk berpisah, terutama bagi mereka yang tidak memiliki perjanjian pisah harta.
Namun, Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 juga menyebutkan bahwa ada sebagian harta yang bukan termasuk dalam golongan harta bersama, yaitu:
1. Harta bawaan yang sudah dimiliki masing-masing pasangan (suami atau istri) sebelum menikah.
2. Harta perolehan atau harta milik suami maupun istri setelah menikah dan didapatkan dari hibat, wasiat, atau warisan.
Ketika terjadi perceraian, dua harta tadi tetap menjadi milik pribadi masing-masing. Di luar kategori harta itu, maka termasuk harta gono-gini yang wajib dibagi ketika terjadi perceraian.
Buatlah daftar mengenai aset-aset yang dimiliki dengan neraca keuangan. Simpan baik-baik bukti akan kepemilikan aset tersebut.
#2 Hati-hati dengan utang
Ketika seorang yang sudah menikah hendak mengajukan utang ke lembaga keuangan, maka lembaga keuangan tentu akan meminta persetujuan terlebih dulu ke pasangan.
Jika memiliki perjanjian pisah harta, maka dia hanya perlu menyertakan salinan dari perjanjian itu ke lembaga keuangan.
Utang bisa menjadi masalah besar dalam pernikahan, terutama bila pasutri mengajukan utang untuk membeli aset, dan sangat mungkin menjadi alasan perceraian.
Seperti misalnya pasutri mengajukan KPR dan selama proses cicilan, lalu untuk membayar utang ini, keduanya bergantian membayar atau patungan. Hal ini merupakan utang bersama.
Sebaiknya utang tersebut diselesaikan dengan harta bersama, lalu sisa harta bersama dibagi dua.
#3 Miliki asuransi jiwa
Bila telah dikaruniai buah hati, ingatlah bahwa perceraian tidak akan mengubah status legal seorang anak. Anak akan tetap menjadi ahli waris sah.
Itulah sebabnya, asuransi jiwa menjadi hal yang krusial untuk dimiliki. Asuransi jiwa akan menjadi perlindungan terbaik terhadap risiko finansial yang muncul di saat pencari nafkah kehilangan kemampuan untuk mencari mendapatkan penghasilan.
Uang pertanggungan dari asuransi jiwa bisa dimanfaatkan buah hati untuk membiayai hidupnya, atau membayar segala proses balik nama aset yang diwariskan di kemudian hari.
#4 Kelola pengeluaran dengan baik
Bagi pasangan yang dulu menerapkan sistem joint income dalam keluarga, perceraian akan berdampak lebih besar pada kondisi keuangan.
Atur baik-baik pengeluaran dengan menyusun laporan arus kas pribadi. Pastikan pengeluaran tak melebihi pemasukan, sediakan dana darurat, dan proteksi.
Memanfaatkan fitur cek keuangan dari Lifepal untuk mengelola keuangan pribadi.
#5 Penuhi tunjangan anak
Tujuan finansial orangtua selain menyediakan dana pensiun adalah melihat anak mendapatkan akses pendidikan yang baik dan sukses di kemudian hari.
Kehadiran anak dalam keluarga menjadi tanggung jawab pasutri meskipun keduanya memutuskan untuk bercerai.
Meski telah diatur oleh undang-undang bahwa kewajiban terkait tunjangan anak di mana seorang suami sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab lebih besar, dalam kenyataannya tuntutan yang sama besar ini harus ditanggung pihak istri.
Dengan kondisi tersebut, maka harus menjadi hal penting bagi pasangan yang akan bercerai untuk membuat perjanjian.
Perjanjian ini berfungsi untuk mempertegas kewajiban mantan pasangan dalam menanggung tunjangan anak.
Kewajiban terkait tunjangan anak ini tidak menggugurkan kewajiban sang ayah maupun ibu. Bahkan, ketika perjanjian itu mengatakan bahwa tanggung jawabnya dibagi berdua, harus dirinci apa saja yang menjadi alokasi kewajiban sang ayah dan ibu.
Kirim Komentar