Gudeg.net–Kini warga Yogyakarta punya opsi baru wisata kuliner di bilangan Kalasan, Sleman. Restoran “Balè Rérén” tidak hanya sekadar menyajikan hidangan dan suasana Jawa, resto ini juga digunakan sebagai sarana pembelajaran kebudayaan Jawa.
“Rumah Makan ini, saya konsep menjadi sarana untuk makan sambil belajar kebudayaan Jawa. Mulai dari filosofi dan suasana, arsitektur bangunan, jenis kuliner, fasilitas digital, hingga perpustakaan kami sediakan di rumah makan ini,” ujar pemilik Balè Rérén, Sutrisna Wibawa yang juga merupakan mantan Rektor Universitas Negeri Yogya, kepada Gudegnet melalui pesan singkat, Sabtu (4/8).
Ia berharap, pengunjung ketika pulang tidak hanya membawa rasa kenyang, tapi juga ilmu dan inspirasi.
Profesor Sutrisna Wibawa sebelumnya populer di kalangan netizen (pengguna internet) sebagai Rektor Milenial. Sosok yang telah purna tugas dan kini mengajar sebagai Guru Besar di Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ini ingin pendidikan dapat tersebarluaskan lewat berbagai media dan sarana.
Pelajaran budaya Jawa, lanjut Sutrisna, dapat dipetik masyarakat sejak menginjakkan kaki di pintu masuk restoran. Pengunjung akan disuguhkan dengan artefak-artefak Jawa. Sembari menyantap hidangan, kita akan dimanjakan oleh pemandangan molek sawah dan Gunung Merapi.
Menurut Sutrisna, kesejukan dan artefak Jawa yang ditampilkan Balè Rérén melambangkan filosofi yang sekaligus menjadi nama rumah makan ini. 'Balè' artinya Balai, tempat berkumpul dan bercengkrama, dan 'Rérén' artinya beristirahat, leyeh-leyeh.
“Sudah menjadi budaya Jawa ketika berkumpul dan beristirahat, tali silaturahim terjalin, pengetahuan bertambah,” kata Sutrisna lagi.
Arsitektur rumah makan juga sangat kenal budaya Jawa. Tidak seperti rumah makan bernuansa Jawa pada umumnya yang menggunakan Joglo, Sutrisna memilih gazebo dan model limasan untuk rumah makan.
Alasannya, jika menilik sejarah, joglo justru bangunan yang disakralkan. Namun kini cukup jamak digunakan dalam bangunan jawa karena dianggap mudah untuk menyimbolkan nuansa kejawaan.
“Bangunan limasan ini, sambil makan, sambil kita akan kenalkan kepada masyarakat sebagai warisan budaya Jawa,” lanjut Sutrisna.
Menu andalan di sini adalah Soto Kayu dan Teh Poci Kayu. Bisa dikatakan, ada budaya Jawa yang mengakar di setiap sendok dan seduhan teh di dua menu ini. Kedua menu ini dimasak menggunakan tungku tradisional.
“Soto dan teh poci, serta berbagai menu, dimasak dan disuguhkan pakai kayu. Karena ketika makanan dimasak pakai kayu, lalu disajikan pakai kayu, rasanya pasti berbeda. Lebih nikmat, khas masakan Jawa,” ungkap Sutrisna.
Menu lainnya berupa pecel, nasi merah, berbagai sayur, juga tersedia di rumah makan ini. Hidangakan disajikan secara prasmanan seperti suasana Jawa di masa lampau, tentunya dengan protokol kesehatan yang tetap dijaga sesuai dengan aturan.
Karena membawa tujuan utama pendidikan, Sutrisna berpesan bahwa para calon pegunjung tak perlu khawatir masalah harga.
Beragam menu bisa disantap dengan harga mulai dari belasan ribu rupiah. Selain itu, tersedia juga diskon 20% untuk pengunjung.
Tempat ini sudah G-maps ready, kurang lebih 15 menit dari Bandara Adisucipto Yogyakarta. Tepatnya di Jalan Cangkringan, Salakan, Selomartani, Kalasan, Sleman. Buka setiap hari pukul 07.00-19.30 WIB.
Kirim Komentar