Gudeg.net- Kue keranjang atau Nian Gao (bahasa Tionghoa) menjadi panganan favorit yang selalu di sajikan pada setiap perayaan Tahun Baru Imlek.
Salah satu tempat produksi kue keranjang ternama di Yogyakarta adalah milik dua bersaudara, Sianiwati dan Sulistyawati, yang berada di daerah Tukangan, Lempuyangan.
Sulistyawati mengatakan, produksi kue keranjang untuk perayaan Imlek tahun ini tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
“Untuk Imlek tahun ini hanya memproduksi satu ton saja, lebih sedikit dari sebelumnya,” ujar Sulistyawati saat ditemui di rumah produksi kue keranjang miliknya, (28/1).
Ia menjelaskan, pada tahun 2021 rumah produksi kue keranjang miliknya sempat terhenti karena pandemi Covid-19. Baginya tahun 2021 merupakan tahun pertama kalinya tidak memproduksi makanan rigan berbahan dasar beras ketan tersebut.
“Tahun lalu (2020) kita tidak buat sama sekali. Berhenti produksi karena ya itu, ada Covid. Ekonomi sulit dan orang takut ke tempat kerumunan kalau beli kue ini,” jelasnya.
Kue keranjang yang berbahan dasar beras ketan dan cairan gula pasir ini diproses selama tiga hari hingga siap jual. Proses pembuatannya juga terbilang mudah, dua bahan dasar itu dicampur dan didiamkan beberapa jam. Setelah itu adonan dicetak bentuk bulat dengan berbagai ukuran, lalu dikukus selalam kurung lebih delapan jam.
“Lebih bagus kalau di kukus pakai kompor minyak tanah bukan gas, lebih wangi lagi pakai kayu bakar. Kue keranjang yang kami buat juga tahan lama dan tidak memakai bahan pengawet,” ungkapnya.
Imlek tahun ini sejumlah daerah di sekitar Yogyakarta, seperti Magelang, Purworejo, Solo dan Temanggung telah memesan kue keranjang sejak pertengahan bulan Januari 2022.
"Semoga setelah Covid tidak ada, produksi akan meningkat dan dapat menaikan perekonomian kami selaku usaha kecil rumahan ini," harapnya
Rumah produksi kue keranjang ini memperkerjakan sekitar enam orang pekerja serabutan yang berasal dari daerah Wonosari, Gunungkidul.
“Mereka sudah sering saya pakai tenaganya setiap Imlek, tapi tahun ini hanya lima orang. Biasannya 8-10 orang. Sesuai jumlah produksi saja” tuturnya.
Dalam sehari rumah produksi yang telah berdiri sejak tahun 1960 ini dapat membuat sekitar 200 kilogram dalam sehari. Sedangkan untuk penjualan dipatok dengan harga Rp.45.000 per kilogramnya
Salah satu pekerja, Ngadijo menuturkan, dirinya sudah sering ikut membantu produksi kue keranjang di tempat ini.
“Setiap mau Imlek, biasanya sebulan sebelumnya sudah dihubungi agar bisa bantu-bantu. Lumayan mas buat tambah-tambah di rumah,” kata pria asal Wonosari tersebut.
Ia menambahkan, selama produksi, ia bersama lima pekerja lainnya tidak pulang ke rumah masing-masing karena disediakan tempat tinggal untuk beristirahat.
“Ya, tidak pulang mas. Buat kue itu hampir nonstop, apalagi mendekati Imlek dan banyak pesanan dadakan. Jadi full tinggal di sini dulu sementara. Tapi Alhamdulillah dengan ini saya jadi ada tambahan rezeki untuk ekonomi di rumah,” pungkas pria yang profesinya sebagai petani itu.
Kirim Komentar