Gudeg.net- Wajah Malioboro akan berubah, tidak akan lagi ditemui pedagang kaki lima (PKL) yang menawarkan barang-barang kepada wisatawan yang berjalan kaki.
Pasalnya mulai besok tanggal 1 hingga 7 Februari 2022, para PKL sudah harus pindah ke lokasi relokasi yang baru, yaitu Teras Malioboro I dan II.
Banyak suka dan duka dialami oleh para PKL yang sudah bertahun-tahun mencari rezeki di salah satu jalan utam Kota Yogyakarta ini.
Salah satunya, Supriyati, PKL penjual batik yang lapaknya berada di sekitar Apotik Kimia Farma Malioboro. Supriyati telah berjualan sekitar 8 tahun di Malioboro dan banyak hal yang telah ia alami.
“Jualan di sini sejak tahun 2013. Dulu awal jualan bantu-bantu di pasar Beringharjo dan saya punya modal, ya buka lapak di sini,” ujar Supriyati saat ditemui di lapaknya, Senin (31/1).
Sebelum memutuskan untuk membuka lapak di Malioboro, ia sempat ditawari kios di Pasar Beringharjo namun karena kondisi kios kecil dan berada di belakang maka ia menolak.
Supriyati hanya menjual barang-barang yang berhubungan dengan batik, seperti kain batik, kaos, kemeja, daster dan sendal.
“Ya cuma jualan batik ini. Pengunjung paling banyak mencari batik dan yang paling laris kaos dan daster karena memang murah,” jelasnya.
Banyak pengalaman yang telah ia alami bersama PKL lainnya selama berjualan di kawasan pedestrian Malioboro ini, ada suka dan ada duka.
Menurutnya, pengalaman suka adalah ketika masa liburan datang, di mana banyak pengunjung dan dagangannya laris manis. Baginya, itulah momen yang ditunggu-tungu oleh PKL dan tidak semua pembeli menawar dengan harga murah namun banyak juga yang suka memberi lebih.
“Tidak semua pembeli pelit, ada juga yang tanpa nawar. Bahkan ada yang melebihkan. Pernah juga kembaliannya tidak diambil, itu kalau kembaliannya antara Rp.5000-Rp.10.000,” tuturnya.
Sedangkan pengalaman bruruk adalah ketika terjadi insiden di Kantor Dewan DPRD Yogyakarta beberapa waktu yang membuat Supriyati dan PKL lainnya takut. Baginya, saat itu cukup mengerikan, terlebih saat Cafe Legian terbakar.
Saat itu terjadi, ia memutuskan cepat-cepat menutup lapaknya dan bergabung dengan PKL lainnya agar tidak terkena imbas dari kejadian tersebut.
“Wih, kui mas, pas cafe diobong (itu mas, saat cafe dibakar) saya takut. Apalagi melihat orang banyak banget di jalanan. Polisi dan tentara juga. Sudah kaya perang mas,” ucapnya seraya mengingat kejadian pada bulan Oktober 2020 silam.
Sempat terlintas dalam pikirannya, bahwa massa akan menjarah barang dagangannya. “Saya takut diambil barang-barang saya, untung cepat tutup. Ya, Allhamdulillah tidak terjadi,” tambahnya.
Supriyati meruapakan anggota salah satu paguyuban PKL Malioboro karena itu ia telah mendapatkan satu lapak di Teras Malioboro I, tepatnya di lantai dua dekat dengan eskalator.
Rencanannya hari ini ia bersama PKL lainnya akan melihat lapak barunya. Ia berharap, di lokasi yang baru dapat berjualan seramai di lapak kawasan Malioboro.
“Dapat kunci dan langsung akan saya cicil barang-barang ke sana. Sudah liat sih kemarin, pasarnya bagus dan rapi. Semoga bisa lebih baik berjualan di tempat baru,” harapnya.
Kirim Komentar