Gudeg.net – “Sengaja untuk pencahayaan dalam ruang pamer saya pakai metode menyorot langsung pada titik karya sekalian memanfaatkan karakter lantai yang mampu menangkap dan memantulkan citraan karya terpajang.”
Kalimat ini disampaikan Alie Gopal kepada Gudeg.net saat pembukaan pameran tunggalnya yang keenam bertajuk “Pata Visual” di Leman Art House, Sabtu (23/7) sore.
Sebanyak dua belas lukisan dalam medium cat akrilik di atas kanvas, dua karya digital painting yang dicetak di atas kertas, serta satu karya instalasi dipajang di ruang pamer Leman art house dengan pemadaman lampu ruangan. Keseluruhan lampu langsung tertuju pada karya.
Pilihan metode pencahayaan yang dilakukan Alie Gopal cukup menarik. Begitu memasuki ruang pamer, pengunjung langsung disambut dengan karya-karya yang disorot lampu sementara lampu ruangan dalam kondisi padam. Selain mengajak pengunjung untuk mendekat menikmati detail karya, secara keseluruhan pemajangan tersebut menjadi sajian visual tersendiri.
Pameran “Pata Visual” di Leman art house (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Sederhananya, saat Anda berkunjung dan menjadikan ruang pamer beserta karyanya sebagai photo booth Anda akan mendapatkan hasil jepretan dengan fokus pada karya sementara objek lain akan terlihat dalam bentuk siluet (silhouette). Dalam teknik fotografi metode tersebut dikenal dengan istilah spot metering.
My Lovely Granddaughter – cat akrilik di atas kanvas – 120 cm x 80 cm – Alie Gopal - 2022 (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Dan dalam pameran tunggal tersebut, tanpa harus menggunakan metode spot metering dalam pemotretan Alie Gopal sudah menyajikannya yang dapat disaksikan langsung secara kasat mata. Apa yang tertangkap langsung oleh mata Anda di ruang pamer menjadi hiburan visual tersendiri dimana lalu lalang pengunjung dalam bentuk siluet akan berpadu dengan karya terdisplay dan hal tersebut juga dipantulkan oleh lantai ruang pamer yang jernih.
Ini menjadi tawaran lain dalam hal pemajangan karya. Dalam bingkai tema pameran, lantai yang jernih tersebut bak ilusi optik yang memantulkan realitas maupun objek-objek yang ada di atasnya, dalam dunia sains sering disebut fatamorgana.
Dengan intuisinya yang terlatih, penataletakan (layout-display) karya yang dilakukan sendiri bisa dipahami karena selain sebagai seniman yang masih terus berkarya, Alie Gopal kerap diminta bantuan sesama seniman untuk mendisplay karya dalam sebuah pameran. Salah satu ciri khas display Alie Gopal dalam banyak pameran adalah menggabungkan pola acak dan teratur dalam sejangkauan mata memandang. Dalam kaidah tersebut setiap karya seolah memiliki ruangnya sendiri tanpa saling mengintervensi karya sebelah menyebelah.
Hingga saat ini aktivitas penataletakan karya yang bisa mendukung suksesnya sebuah pameran belum dianggap sebagai sebuah profesi sehingga exhibition layout artists masih belum begitu berkembang di Indonesia. Hanya pada pameran-pameran yang dikelola secara profesional yang cukup memperhatikan hal tersebut dengan adanya bagian khusus artistik atau menyewa konsultan artistik.
Pada sebuah karya instalasi berjudul ‘Karnaval Sunyi’ Alie Gopal mendisplay karya di lantai dengan sebuah karya patung digantung menempel tembok. Di dinding sebelahnya dua karya digital painting berukuran kecil turut dipamerkan.
Alie Gopal (dalam sorotan lampu) di depan karya ‘Karnaval Sunyi’ (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Eksperimen Alie Gopal dengan digital art-nya cukup menarik ditengah proses karya yang masih mengandalkan pada metode konvensional. Dengan gawai pintar yang ada Alie Gopal tetap bisa menghasilkan karya dua matra melalui citraan yang menjadi penanda karyanya: komposisi warna, goresan garis, gradasi, hingga kedalaman karya.
Cukup mengejutkan ketika seniman seusia Alie Gopal mengeksplorasi metode digital dengan memanfaatkan gawai pintar dalam karyanya tanpa kehilangan impresi.
“Sekira 2015-16-an, coba-coba aplikasi yang ada (aplikasi painting). Hanya iseng-iseng untuk mengisi waktu di sela-sela aktivitas proses berkarya dan lainnya. Saat itu tidak terpikir untuk menyimpannya. Hanya kesenangan saja mencoba-coba komposisi bentuk-warna dari aplikasi yang ada.” papar Alie Gopal.
Hingga tahun 2019, menggabungkan analog-digital dalam sebuah proses karya masih belum dilirik seniman-perupa. Namun, di titik ini justru Alie Gopal terus mengeksplorasinya tanpa harus dipusingkan dengan batasan-batasan yang ada. Pun tetap bergeming tidak tergoda pada selera pasar sebagaimana disampaikan perupa Ugo Untoro saat membuka pameran.
Nyanyian Burung (tengah), Melepas Burung-burung Cinta (kanan) – Alie Gopal (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
“(Semangat) Alie Gopal menjadi contoh seniman yang jarang merambah atau dirambah pasar namun semangat berkeseniannya luar biasa. Tetap berkarya dalam banyak hal termasuk memanfaatkan teknologi digital. Ini menjadi poin penting bagi saya.” kata Ugo Untoro saat membuka pameran ‘Pata Visual’, Sabtu (23/7) sore.
Dalam tulisan pengantar pameran, pengajar Universitas Negeri Yogyakarta Hajar Pamadhi menyebutkan pata visual dalam karya Alie Gopal menerjemahkan fatamorgana di gurun pasir atau di jalan yang panas sebagai gambaran imajinasinya terhadap kehidupan manusia. Bayangan lapisan atau genangan air ini terlihat tepat di atas horizon atau garis yang kita lihat sebagai ujung bumi. Selayaknya manusia telah tersamarkan oleh objek fisik, sehingga kehilangan indera mendengar, melihat serta menginterpretasi suasana alam yang menderita.
Pameran tunggal Alie Gopal bertajuk “Pata Visual” di Leman Art House Jalan Tegalsari, RT 05/RW 02, Bayen, Purwomartani, Kalasan-Sleman berlangsung hingga 20 Agustus 2022.
Kirim Komentar