Gudeg.net – Setelah dua kali penyelenggaraan dihelat secara daring akibat pandemi COVID-19 yang mengharuskan seluruh aktivitas masyarakat untuk menghindari terjadinya kerumunan, Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) 2022 digelar kembali dalam kunjungan langsung penonton dengan tetap melakukan penerapan protokol kesehatan setelah pemerintah menurunkan level pandemi menuju transisi menjadi endemi.
YGF 2022 merupakan penyelenggaraan yang ke-27 dibuka secara resmi oleh KPH Purbodiningrat, Jumat (19/8) malam di Pendopo Agung nDalem Mangkubumen Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
KPH Purbodiningrat didampingi Program Director YGF Ishari Sahida (baju putih) saat membuka resmi YGF #27 – 2022. Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Sebagai penasihat Jogja Festival Purbodiningrat memberikan apresiasi atas penyelenggaraan festival gamelan internasional yang sudah digelar sejak 27 tahun lalu ini.
“Dalam Jogja Festival, YGF termasuk embahnya festival, Artjog dan Kustomfest belum setua itu. Eksistensi YGF sebagai festival gamelan yang memiliki kelasnya sendiri serta memberikan energi bagi penggemar gamelan di Indonesia dan seluruh dunia. Ini bisa menjadi media para penikmat gamelan yang bisa memperbarui pemahaman tentang karya seni gamelan.” Jelas KPH Purbodiningrat dalam sambutan pembukaan YGF 2022.
Hari pertama YGF #27-2022 menampilkan empat kelompok gamelan. Kelompok Panti Asuhan Bina Siwi Pajangan Bantul membuka perhelatan dengan satu komposisi berjudul Kurang Luwih karya Didik K.
Penampilan Kelompok Panti Asuhan Bina Siwi Pajangan Bantul pada hari pertama YGF #27 di Pendopo Agung nDalem Mangkubumen UWM Yogyakarta, Jumat (19/8) malam. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Bagi warga Bina Siwi, gamelan telah menjadi sarana terapi-edukasi yang cukup efektif bagi penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus untuk lebih mengenali lingkungan, terlebih dirinya sendiri sehingga mampu lebih mandiri. Gamelan adalah bagaimana bermain dalam sebuah irama yang padu. Perlu kekompakan, komunikasi, interaksi berbagai arah yang berjalan secara alamiah dan berkelanjutan. Perform sederhana Bina Siwi yang tidak sederhana menjadi gambaran yang jelas gamelan (bisa menjadi) milik semua orang. Penampilan mereka menjadi bukti gamelan memberikan sarana kepada siapa pun untuk menjadi siapa pun.
Paguyuban karawitan Dharmasanti Tjakrawasita menjadi penampil kedua dalam Yogyakarta Gamelan Festival ke-27. Lembaga sosial dan kultural kemasyarakatan yang berdiri di Yogyakarta pada 1 Juli 2012 menampilkan sembilan komposisi karya.
Pada penampilan ketiga kelompok musik Untu ikut unjuk gigi dalam perhelatan ini. Untu dikenal dengan karyanya yang menggabungkan musik metal dengan gamelan Jawa. Salah satu lagu berjudul Rats of Oran diadaptasi dari buku karya Camus bertajuk The Plague. Karya ini dulu diciptakan pada 2018 di Los Angeles, California dan belum pernah dipentaskan di Indonesia.
Penampilan kelompok musik gamelan kontemporer Untu. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Menutup perhelatan hari pertama YGF #27, tampil Paguyuban musik Srawung Krumpyung yang didirikan R. Sujarwanto. Grup musik yang berada di wilayah Kokap Kulon Progo DIY ini dibentuk untuk memfasilitasi pengembangan, inovasi bentuk alat musik krumpyung dan juga produksi atau karya musik krumpyung.
Krumpyung adalah seperangkat alat musik yang menyerupai gamelan namun terbuat dari bambu. Nada-nada yang dihasilkan alat musik ini berupa nada pentatonis, seperti nada gamelan Jawa pada umumnya. Pengembangan yang sudah dilakukan R. Sujarwanto berupa inovasi bentuk fisik alat musik krumpyung, seperti stand atau rancakan dan menciptakan alat musik baru berupa kendang yang terbuat dari bambu.
Kendang yang diberi nama Kendang Bung ini terdiri dari tiga jenis yaitu kendang ketipung, kendang batangan, dan kendang ageng. Kendang Bung mulai digunakan dalam pentas musik menyambut pergantian tahun baru 2017 di Waduk Sermo, setelah menjalani proses uji coba selama satu tahun.
Kendang Bung dapat digunakan untuk mengiringi segala irama musik krumpyung dan juga tari-tarian. Selain melakukan pengembangan dan inovasi pada bentuk alat musik krumpyung, Srawung Krumpyung juga mengembangkan materi untuk pementasan dan juga pembuatan karya atau produksi musik krumpyung.
Perhelatan YGF #27 diadakan selama tiga hari mulai Jumat sampai Minggu (19-21/8/2022) dengan beberapa program. Selain konser musik, YGF #27 juga menghadirkan dua buah workshop dan rembug budaya yang diadakan di IFI-LIP Yogyakarta mulai pukul 14.00 sampai 16.00 WIB. Workshop pertama memaparkan Real Time Music yang dibawakan Christian Sebille dari Prancis, Kamis (18/8/2022), sedangkan workshop kedua tentang gamelan kaca dengan pemateri Toni Konde, Sabtu (20/8/2022).
Sementara, untuk perhelatan Rembug Budaya akan diadakan, Minggu (21/8/2022) dengan tema Mencari Maestro Karawitan Yogyakarta.
Program Director YGF Ishari Sahida yang biasa dipanggil Ari Wulu menyadari ada sejumlah hal yang berubah dalam pandangan Komunitas Gayam16 sebagai penyelenggara YGF.
“Hingga tahun 2019 kami percaya pertemuan langsung itu mutlak, tetapi kemudian pandemi pada 2022 mengubah sudut pandang kami, kami beradaptasi dan merelakan pertemuan itu tidak digelar secara langsung (live streaming),” papar Ari Wulu.
Dengan penyelenggaraan yang bisa dinikmati secara luring dengan kunjungan langsung Ari melihat semangat YGF sebagai ruang perjumpaan dan dialog kembali menemukan relevansinya di saat dunia masih dilanda pandemi.
“YGF #27 yang kembali diadakan secara langsung tanpa daring menjadi bukti YGF masih digemari dan dinanti setelah dua tahun absen atap muka.” imbuh Ari.
Dan YGF sejauh ini menjadi media srawung bagi pelaku seni gamelan, pecinta gamelan, serta masyarakat luas sekaligus menjadi gambaran pergaulan yang setara, egaliter, dan multi-arah dengan tetap menjaga nilai-norma yang ada sebagaimana semangat memainkan gamelan itu sendiri, beragam tangan dalam sebuah irama yang padu: harmoni
Kirim Komentar