Gudeg.net.– Hari Senin (29/8) siang Pendopo Agung nDalem Mangkubumen Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta diramaikan dengan acara Pendopo Agung Mid Monthly Performance (PAMMP) edisi Agustus 2022. Rangkaian acara terbagi menjadi dua sesi yakni seminar dan performance art.
“Waktu pelaksanaan (PAMMP) mundur. Harusnya di tengah bulan Agustus. Namun adanya beberapa agenda yang harus dipersiapkan di tengah bulan, akhirnya dilaksanakan di akhir bulan ini.” jelas Wakil Rektor-3 UWM Puji Qomariyah sekaligus koordinator PAMMP kepada Gudeg.net, Senin (29/8) pagi.
Puji menjelaskan PAMMP merupakan salah satu kegiatan yang diikhtiarkan untuk memberikan ruang berekspresi bagi masyarakat luas termasuk didalamnya sivitas akademika UWM. Adanya kebijakan PPKM dari pemerintah, praktis Pendopo Agung Mid Monthly Performance hingga Agustus 2022 baru terselenggara sebanyak dua kali.
Pertama kali saat Osmaba UWM Agustus 2020, serta bulan Februari 2022 saat diluncurkannya acara ‘Menuju Pancawindu Widya Mataram’ dengan penampilan ansembel orkestra biola AMARI Yogyakarta, pementasan Tari Srimpi Irim-irim dari KHP Kridho Mardowo, serta perform UKM dan tendik UWM.
Dalam PAMMP edisi Agustus 2022 UWM bekerjasama dengan Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis dan WartaJazz menghadirkan konser musik (music concert) kolaborasi tiga seniman yang sekaligus komposer musik.
Ketiga seniman dalam konser musik tersebut adalah Annabel Laura (Belanda), Bram Stadhouders (Belanda), serta Peni Candra Rini (Indonesia). Selain konser musik PAMMP menampilkan tiga violinis remaja Almo violin, UKM UWM serta tenaga pendidik UWM.
Dua hari sebelumnya, Sabtu (27/8) malam ketiga seniman-komposer musik tersebut tampil di Pendopo Prangwedanan Pura Mangkunegaran Surakarta. Ini merupakan rangkaian tur ketiga seniman tersebut di tiga kota dan berakhir pada konser musik di Erasmus Huis Jakarta, Rabu (31/8) malam.
Konser musik di Pendopo Agung nDalem Mangkubumen yang merupakan persembahan dari Erasmus Huis terbagi dalam dua bagian. Pada bagian pertama Annabel berduet dengan Bram masing-masing memainkan instrumen gitarnya mengiringi tiga repertoar karya Annabel.
Repertoar pertama ‘Child within’ berkisah tentang inner child sebuah pengalaman masa kecil yang terus terekam hinggga usia dewasa baik dalam bentuk trauma masa lalu ataupun ingatan yang indah yang kerap turut membentuk karakter-kepribadian seseorang. Di beberapa bagian dan akhir repertoar petikan senar gitar Bram dalam nada pentatonis senada dengan ketukan saron gamelan.
The Tree Speaks dalam irama balad dinyanyikan Anabel dalam beat yang lambat-sedang berkisah tentang suara pepohonan, sementara pada repertoar Two World menjadi pembacaan realitas diri Annabel yang mengalir darah Indonesia dan Belanda dalam dirinya.
Setelah jeda adzan Ashar konser musik dilanjut dengan penampilan kolaborasi antara Annabel, Bram, dan Peni. Keseluruhan repertoar menggunakan karya Annabel dan Peni sebagai base perform sementara Bram merespons dengan permainan gitar pada keseluruhan repertoar dan Peni maupun Annabel merespons dengan tembang-gendhing yang dinyanyikannya diiringi kelompok musik Peni dalam sebuah repertoar yang utuh.
Mengawali penampilan kolaborasi tiga komposer dengan repertoar ‘Hujan’ karya Annabel, petikan gitar Bram langsung beriringan dengan tabuhan kendang. Pada saat interlude Peni menyanyikan lirik lagunya bersamaan dengan suara interlude Annabel. Di saat lain Peni menyanyikan refrain komposisi ‘Hujan’. Suara khas pesinden dengan cengkok dan nada Peni memperkaya repertoar ‘Hujan’ secara keseluruhan.
Diplomasi Budaya Dua Bangsa dalam Satu Panggung
Saat repertoar kedua Peni mengawali langgam climen dalam iringan gamelan dilanjutkan dengan komposisi yang dibuat Annabel. Di tengah repertoar sebuah kidung dinyanyikan Peni dengan iringan kendang, seruling, dan petikan gitar serta kecapi. Sebuah kidung doa yang rancak untuk mengingat perjalanan masa lalu hingga bisa hadir pada hari ini.
Dalam repertoar ‘Sekar’, Peni membawakan dalam sebuah kidung nglaras dari awal repertoar diiringi gamelan dalam nuansa yang hening dengan beberapa petikan gitar dari Bram. Di tengah repertoar ritme musik meningkat dengan hadirnya tabuhan kendang dan seruling diiringi petikan gitar Bram bersamaan dengan petikan kecapi serta backing vocal dari Annabel. Sebuah respons yang menarik. Annabel mengakhiri repertoar ‘Sekar’ dengan sebait interpretasi atas tembang tersebut dalam Bahasa Belanda.
Lagu ‘Sekar’ terdapat dalam album dengan judul yang sama ‘Sekar’ yang berisi lima komposisi Sekar, Anuraga, Talking Percussion, Kapang, dan Kidung Asmarani. Pada komposisi ‘Sekar’ dan ‘Anuraga’ sangat kental dengan warna musik progressive pop-rock, sementara dalam komposisi ‘Talking Percussion’, Peni mengeksplorasi kemampuan olah vokalnya dalam iringan instrumen perkusi.
Pada konser musik ‘Pendopo Agung Mid Monthly Performance’ Peni menunjukkan kemampuan olah vokal dalam iringan instrumen perkusi tersebut dalam repertoar ‘Air’, sebuah karya komposisi musik yang dibuat Peni sebagai respons atas fenomena alam yang terjadi akhir-akhir ini, berbagai bencana datang bertubi-tubi.
Repertoar ‘Air’ menjadi penutup penampilan tiga komposer musik berbagi panggung Pendopo Agung nDalem Mangkubumen setelah sebelumnya dua repertoar yang dikomposisi Annabel berjudul ‘Kebunku’ dan ‘Be Free’ dinyanyikan duet Annabel dan Peni.
Beberapa catatan menarik dari konser musik Pendopo Agung Mid Monthly Performance edisi Agustus 2022 diantaranya tidak berjaraknya penonton dengan musisi yang tampil. Ketiadaan jarak tersebut membuat pergelaran musik yang dipersembahkan Erasmus Huis menjadi lebih intim antara penampil dengan penonton.
Ini dimungkinkan mengingat pada bagian tengah Pendopo Agung lebih tinggi dari bagian pinggirnya dan cukup luas sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai panggung sekaligus penonton yang duduk secara lesehan.
“Melihat adanya beda level lantai Pendopo Agung nDalem Mangkubumen, kemarin kita putuskan untuk menjadikan panggung yang rata sekaligus tempat lesehan penonton. Dengan demikian bagian pinggir pendopo yang lebih rendah bisa dipasang kursi untuk penonton tanpa harus terhalang pandangannya oleh penonton di depannya. Silakan penonton memilih tempat duduk yang nyaman.” jelas Ajie Wartono dari WartaJazz kepada Gudeg.net, Senin (29/8) pagi.
Kolaborasi tiga komposer musik dalam satu pementasan dengan membaurkan instrumen musik tradisional Jawa dalam nada pentatonis dengan instrumen gitar yang bernada diatonis memperkaya nuansa konser tersebut, terlebih Bram dengan latar belakang musik jazz-nya yang terbiasa dengan improvisasi selama repertoar dimainkan.
Respons Peni pada komposisi yang dibuat Annabel dan sebaliknya tidak serta merta menjadi dua karya terpisah, namun melebur dalam repertoar yang utuh. Begitupun dengan respons dan improvisasi yang dilakukan Bram.
Posisi Annabel menjadi unik dimana seolah menjadi transisi musik barat yang modern dengan permainan gitar Bram dengan musik timur yang dibawakan Peni bersama kelompok musiknya, meskipun sesungguhnya tidak ada batasan garis demarkasi antara dunia musik barat dan timur. Dengan latar belakang dua budaya yang mengalir pada Annabel yakni Indonesia dan Belanda, saat ketiga komposer musik tersebut tampil secara bersamaan, Annabel seolah menjadi transisi yang menghubungkan antara Peni dan Bram. Perpaduan yang cukup menarik dalam bingkai diplomasi budaya.
Koordinator PAMMP Puji Qomariyah menjelaskan bahwa konser musik (music concert) kali ini menjadi pengalaman berharga bagi sivitas akademika UWM dengan harapan sinergi-kolaborasi yang telah terjalin akan menjadi jalan bagi sinergi-kolaborasi di masa datang.
“Sebuah kehormatan bisa bekerjasama dengan Erasmus Huis yang telah banyak menghelat wokshop dan acara seni di Indonesia sebagai bagian diplomasi budaya. Juga sebuah pengalaman baru bagi UWM bisa bersinergi dengan Warta Jazz dimana Ajie Wartono selaku salah satu penggagasnya adalah pribadi yang punya banyak pengalaman dalam menggelar acara seni-budaya di wilayah Yogyakarta diantaranya sebagai Direktur FKY pada tahun 2007-2008 dan menjadi salah salah satu penggagas gelaran Jazz bertaraf internasional Ngayogjazz. Ini pengalaman yang berharga bagi kami.” papar Puji kepada Gudeg.net, Senin (29/8) pagi.
Hingga saat ini Annabel Laura telah meluncurkan beberapa album, contohnya repertoar ‘Be Free’ terdapat dalam album keduanya berjudul ‘Wings to Fly’. Bram Stadhouders tercatan sebagai musisi jazz yang produktif. Di usianya yang ke-21 Bram telah meluncurkan album perdananya berjudul Tonelist yang direkam pada tahun 2007.
Bram telah mengeluarkan sepuluh album diantaranya Under the Sea : Trinity. Big Barrel Organ, Cantata, Henosis. Henosis tercatat sebagai album tersukses dan menjadi karya commission pada The North Sea Jazz Festival 2012.
Sementara dengan kemampuan sebagai pesinden cum akademisi, Peni bersama kelompok musik gamelannya sering diundang tampil di luar negeri. Peni tercatat sebagai pengajar pada program studi Karawitan ISI Surakarta. Komposisi-komposisi yang diciptakannya terangkum dalam album berjudul Bramara dan Sekar.
Duet Annabel Laura dan Bram Stadhouders dalam Pendopo Agung Mid Monthly Performance, Senin (29/8) siang. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Menyaksikan konser musik tiga komposer Annabel Laura, Bram Stadhouders, dan Peni Candra Rini adalah menyaksikan sebuah orkestrasi talent musisi yang menguasai instrumen dengan piawai dalam sebuah permainan yang padu. Sedikit saja kehilangan konsentrasi, dialog, dan koordinasi, yang terjadi mungkin sebuah kekacauan. Bagaimanapun, ketiga musisi tersebut adalah komposer atas karya-karyanya sendiri. Dan Annabel cukup rapi menjadi penjembatan antara Bram-Peni sekaligus bagi dirinya sendiri.
Di panggung Pendopo Agung nDalem Mangkubumen UWM melalui seni ketiga komposer berbeda bangsa merajut diplomasi budaya.
Kirim Komentar