Seni & Budaya

AAAAAHHHHH, Minsa Sbur Kuwa, dan Social Sculpture Kaum Muda Papua atas Realitas Tanah Kelahirannya.

Oleh : Moh. Jauhar al-Hakimi / Rabu, 26 Juli 2023 15:38
AAAAAHHHHH, Minsa Sbur Kuwa, dan Social Sculpture Kaum Muda Papua atas Realitas Tanah Kelahirannya.
Perform monolog Minsa Sbur Kuwa di monumen ‘AAAAAHHHHH’ saat Meet the Artist #3 Artjog 2023 , Kamis (20/7) sore. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – Perkenalkan aku terlahir Papua, maka panggil saja namaku Papua. Aku adalah anak zaman yang tidak ingin punah termakan zaman.  Sungguh! aku takut. Sungguh takut! bila aku dan kaumku punah, lenyap termakan zaman saat ini saja tubuhku penuh luka, luka yang aku warisi dari orangtuaku.

Kalimat pembuka dalam monolog yang dibawakan the Sampari di ruang pamer ArtJog 2023 mengawali repertoar berdurasi 13 menit 10 detik menandai aktivasi karya berjudul ‘AAAAAHHHHH’ yang dibuat seniman asal Papua Ignasius Dicky Takndare bersama kolektif Udeido.

Ignasius Dicky Takndare (kaos hijau) memberikan penjelasan saat aktivasi karya ‘AAAAAHHHHH’ di ArtJog 2023, Kamis (20/7) sore. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Aktivasi karya tersebut menjadi rangkaian Meet The Artist #3 yang dihelat ArtJog 2023 pada Kamis (20/7) sore.

Repertoar berjudul Minsa Sbur Kuwa menggabungkan unsur musik dengan hadirnya instrumen karinding di awal dan akhir repertoar serta perkusi yang mengiringi monolog sepanjang pementasan. Nyanyian, gerak tari serta performance manusia dalam kubangan lumpur turut pula mengisi dan melengkapi monolog yang dibawakan seorang artis pada sebuah karya instalasi menyuarakan hati dalam beberapa khasanah bahasa suku-suku di Papua dan juga Bahasa Indonesia.

Sebelum pementasan Minsa Sbur Kuwa, Dicky memberikan penjelasan proses kreatif karya yang ditampilkan.

“Beberapa waktu lalu saya dihubungi seorang kawan lawyer dan kebetulan banyak mendampingi para tahanan politik atau kejahatan ringan di Papua dan dia katakan “Dicky, gerakan seni kalian itu sampai ke dalam penjara, diperbincangkan dan dibahas teman-teman di sini dan beberapa dari mereka terdorong untuk menghasilkan karya dari dalam penjara.” Ini menjadi pemicu yang mendorong saya menghasilkan karya ini. Bersama-sama kawan-kawan, saya mencoba mencari bahasa mana yang tepat untuk menggambarkan keterkurungan dan kebebasan.” papar Dicky.

Dicky menambahkan dalam keseluruhan karya yang disajikan dalam ‘AAAAAHHHHH’ berikut aktivasinya menggunakan pendekatan partisipatory activities yang memungkinkan setiap seniman terlibat dalam karya ini menyumbangkan ide dan gagasan tentang bagaimana mereka mendefinisikan kebebasan.

Salah satu objek-figur dalam karya ‘AAAAAHHHHH’ di ArtJog 2023. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Dalam hal ini mereka bersepakat membangun monumen. Monumen tersebut menjadi konstruksi monumen yang dibangun atas dasar kehendak dari bawah ke atas tidak sebagaimana monumen-monumen yang dibangun dengan pendekatan prakarsa dari atas ke bawah.

“Puluhan tahun lalu Presiden Soekarno meminta seorang seniman –Edhi Sunarso- yang membuat patung dan diberi judul Pembebasan Irian Barat dimana ketika itu tanah Papua masih bergolak-sengketa antara Pemerintah Kerajaan Belanda, Pemerintah Indonesia, dan masyarakat Papua. Saya merenungkan bagaimana monumen ini dimaknai oleh anak-anak muda Papua sendiri dan mencoba mencari cara yang saya rasa ideal untuk menyatukan tentang monumen dan penjara. Bisa dilihat dalam karya ini sebagai presentasi baru sebuah monumen dengan tubuhnya adalah penjara.” imbuh Dicky

Pengunjung Meet the Artist #3 menjadi bagian dalam perform monolog Minsa Sbur Kuwa. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Konstruksi inilah yang didefinisikan oleh anak-anak muda Papua sendiri dengan beberapa dilakukan dari dalam penjara yang menjadi elemen-elemen penting dalam membangun monumen yang mereka kerjakan ‘AAAAAHHHHH’.

“Karya yang dibawakan oleh kawan-kawan the Sampari, poin pentingnya adalah Anda bisa terlibat, Anda bisa mendengungkan apa yang mereka dengungkan, Anda semua bisa berdiri di sekitar figur-figur ini berkeliling sehingga aktivasinya tidak hanya satu arah.” jelas Dicky.

Secara kekaryaan garis besar karya ‘AAAAAHHHHH’ terbagi dalam 3 bagian. Pertama, sebuah mural yang memenuhi dinding dengan citraan figur orang Papua yang menyuarakan pendapatnya. Kedua, figur-objek patung manusia dalam berbagai ekspresi dan posisi. Serta ketiga, sebuah monumen dengan ekspresi terlepas dari rantai yang membelenggu sementara di bagian tubuh menjadi ruang penjara dengan potongan-potongan anggota tubuh serta properti lain termasuk lukisan tengkorak kepala manusia dalam ekspresi menangis.

Perform monolog Minsa Sbur Kuwa di monumen ‘AAAAAHHHHH’ saat Meet the Artist #3 Artjog 2023 , Kamis (20/7) sore. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Dalam balutan warna dinding yang gelap serta sorot lampu yang redup, bahkan tanpa narasi yang mencukupi, pengunjung akan dibawa pada drama-tragedi yang dialami masyarakat Papua. Drama dan tragedi itu bisa berasal dari manapun. Dan bisa dialami oleh siapapun.

Kenangan dan ingatan, inilah yang menjadi titik simpul seniman yang terlibat dalam karya ‘AAAAAHHHHH’. Setiap pembacaan dari seniman terlibat menghadirkan realitas yang terekam dalam ingatan dan dituangkan ke dalam karya: kesedihan, kegembiraan, suka, duka, penderitaan, serta drama lainnya yang tidak sekedar divisualkan. Namun lebih dalam lagi ajakan untuk saling merefleksi sejauh mana drama-drama tersebut memosisikan hubungan antarmanusia.

Dicky menambahkan salah satu bagian penting pemaknaan karya adalah dari bagaimana monumen ini diaktivasi sebagai bagian utuh (integral/komprehensif) yang merupakan rangkaian bagaimana proses karya ini dibangun hingga karya ini diaktivasi. Dan aktivasi ini menandai puncak dari karya ‘AAAAAHHHHH’, sebuah teriakan yang lahir dari dalam diri dan hati menyaksikan realitas yang ada.

Dengan mengaktivasi karya ‘AAAAAHHHHH’, Dicky dan the Sampari tidak sekedar sedang mementaskan sebuah repertoar performance. Adanya kesatuan karya instalasi yang dibangun dalam pendekatan partisipatori serta keterlibatan audiens dalam sebuah pertunjukan, aktivasi karya ‘AAAAAHHHHH’ saat Meet The Artist #3, Kamis (20/7) menjelma menjadi social sculpture dalam sebuah ruang presentasi.

Salah satu objek-figur dalam karya ‘AAAAAHHHHH’ di ArtJog 2023. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Setiap pengunjung dibawa langsung pada pengalaman, ingatan, dan kenangannya masing-masing untuk bisa merasakan apa yang dialami oleh masyarakat Papua. Sebuah tawaran yang genial melalui karya seni untuk disuarakan secara bermartabat, tanpa pretensi menjebak dalam suasana ataupun menggurui. Realitas kesedihan, kegembiraan, suka, duka, penderitaan, serta drama lainnya bisa dialami oleh setiap individu . Kapanpun. Dimanapun.

“Monumen pada umumnya diciptakan dengan konstruksi politis. Dan pada umumnya monumen adalah untuk menyimpan memori dari sesuatu yang ada di masa lalu. Monumen ‘AAAAAHHHHH’ yang kita bangun adalah tentang masa depan. Dia dibangun melalui prakarsa dari bawah untuk berbicara tentang suatu masa di depan yang orang Papua akan sampai. Suatu masa tentang kebebasan.” kata Dicky mengakhiri social sculpture yang disajikan di ruang presentasi ArtJog 2023 saat Meet The Artist #3, Kamis (20/7) sore.

Social sculpture ‘AAAAAHHHHH’ bukan semata-mata ekspresi tuntutan, ketidakpuasan, perlawanan, namun mengerucut pada pertanyaan sejauh mana para pemangku kebijakan (stakeholders) menempatkan masyarakat Papua sebagai pemilik tanah dan rumah hidup mereka dalam relasi yang bermartabat. Ya.... Papua memerlukan penyembuhan untuk hidup yang lebih damai dalam relasi antarmanusia yang lebih bermartabat.

AAAAAHHHHH


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini