KETERBATASAN FISIK SESEORANG MEMANG TIDAK BISA DIJADIKAN UKURAN apakah dia bisa menghasilkan suatu karya atau tidak. Buktinya adalah seorang perupa bernama Awiki yang dengan keterbatasan indera penglihatannya ternyata dapat menghasilkan karya-karya lukis yang tak kalah bagusnya dengan perupa-perupa lain yang tak bercacat. Awiki yang selama delapan hari ini (5 s/d 13 Juni) menggelar pameran lukisan tunggalnya di Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto 2 Kotabaru mencoba mengeliminir keterbatasan fisiknya tersebut melalui goresan-goresan tebal cat minyak dengan tekstur tebal yang nyaris seperti relief. Sapuan kuas yang biasanya digunakan sebagai alat melukispun tergantikan oleh pisau palet untuk membekaskan gumpalan cat di atas kanvasnya.
Lewat karya yang dipamerkannya, Awiki juga mencoba meninggalkan cara melukis realis lamanya yang harus memperhatikan detail-detail gambar dan berubah ke pendekatan gaya impresionis yang dirasanya lebih bebas. Perubahan gaya tersebut dilakukan Awiki setelah matanya bermasalah hingga ia harus memakai kacamata tebal. Padahal sejak perupa tersebut berumur 12 tahun, ia sudah belajar melukis dengan gaya realis pada pelukis Bani Amora di Banyuwangi. Berlanjut ketika ia bersekolah di Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta (SMSR) dan kemudian hijrah ke Bali untuk bergabung dengan Sanggar Pejeng yang diasuh pelukis Dullah.
Namun sejalan dengan bergantinya waktu, matanya yang bermasalah membuat Awiki harus rela meninggalkan gaya melukis yang disukainya tersebut. Mencoba beralih pada gaya berbeda yang pastinya sangat sulit dilakukannya, perupa kelahiran Surabaya, 43 tahun silam lalu itu akhirnya lebih memperhatikan tekstur pada karya-karyanya yang baginya menjadi unsur penting dalam membangun struktur lukisannya. Tekstur tersebut menempati fungsinya yang signifikan bagi aktualisasi dirinya dalam jagad kesenilukisan, yang sekaligus sebagai manifestasi kesadaran akan kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.
Dengan obyek manusia, potret diri Awiki serta keindahan alam di Bali, sebanyak 19 lukisan kecil dan 1 lukisan besar dengan berat hampir 1 kuintal dapat kita nikmati di salah satu kantong budaya tersebut. Sebut saja, "Self-Potrait" (Oil on Canvas, 80 x 60 cm, 1991) dan "Food Stall in Pejeng Village" (Oil on Canvas, 150 x 135 cm, 1990). Sekilas bila kita melihat lukisan Awiki akan sulit memahami karena teksturnya yang amat rumit. Namun jika mengamatinya lebih dalam dan detail, maka keindahan sebuah lukisan akan muncul dari karya-karyanya tersebut.
Salah satu cara mengamati yang dianjurkan seorang penikmat seni yang datang pada pameran tersebut pada orang di sebelahnya yang tidak paham pada salah satu lukisan yang digantung adalah dengan cara menutup sebelah mata dengan jarak tertentu. Ternyata cara tersebut tepat dilakukan karena orang tesebut akhirnya mengaku paham dan kagum pada lukisan yang diamatinya tersebut. Itulah Awiki, pelukis yang "memaksa" memincingkan mata sehat kita untuk mengamati karya-karya indah yang dibuat tanpa menggunakan mata sehatnya.
Pak Awiki kelahiran th 1961, bukan 43 tahun silam
Iya betul, Pak Awiki lahir tahun 1961. Artikel ini terbit di tahun 2004.
Kirim Komentar