
"Dalam praktik nyata, dibakarnya sejumlah tempat ibadah umat beragama menunjukkan bahwa kehidupan beragama di Indonesia belum beradab," kata Ketua Pusat Studi HAM dan Demokrasi UAJY, Rm. Martino Sardi dalam bedah buku "Jurang Di Antara Kita" di Multiculture Campus Realino (29/08).
Untuk mengurangi tindakan tersebut, dialog lintas iman, ilmu dan budaya merupakan salah satu cara yang harus ditempuh agar setiap orang dapat memandang bahwa dunia ini luas dan agar tidak terjadi pelecehan terhadap iman dan budaya orang lain.
"Saat ini kita perlu dialog lintas iman, ilmu dan budaya untuk memandang dunia ini lebih luas dan agar tidak terjadi pelecehan terhadap iman dan budaya orang lain," kata Martino.
Sementara itu menurut dosen FISIP UAJY, Lukas Ispandriarno, konflik dan kekerasan yang akhir-akhir ini sering terjadi disebabkan oleh akumulasi kebencian, masyarakat yang sakit, dan warisan Orde Baru.
"Tendensi eksklusif di kalangan suku dan agama menjadikan anak kecil mengkafirkan sesama temannya. Gesekan-gesekan kecil di masyarakat atau komunitas yang menimbulkan tawuran. Serta warisan Orde Baru yang melegitimasi segala tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah," kata Lukas.
Oleh Lukas, keterbatasan manusia untuk berdialog merupakan faktor pendorong terjadinya konflik dan kekerasan. Dialog harus ditempuh dalam berbagai cara untuk memupuskan adanya prasangka antar umat beragama di Indonesia.
"Debat di TV One yang menghadirkan dua kelompok yang berbeda mungkin dapat manjadi media yang baik untuk tidak terbentuknya prasangka di antara umat beragama," kata Lukas.
Dengan dialog, niscaya jurang yang ada dalam kehidupan bermasayarakat di Indonesia yang multikultur perlahan akan terjembatani, bukannya malah melebar.
Kirim Komentar