Bagi mahasiswa, kelulusan bukan berarti akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjuangan yang sesungguhnya. Setelah lulus nanti, niscaya dunia di luar kampus akan sangat berat. Perkembangan akan terjadi dengan cepat. Untuk itu, seorang mahasisawa diharapkan mempunyai manajemen perubahan agar tetap mampu mengikuti perkembangan yang ada.
"Dunia setelah kelulusan mengharuskan mahasiswa untuk liberal atau mandiri karena masyarakat berkembang dengan cepat. Mahasiswa harus mampu menjadi agent of change atau pengawal perubahan dalam masyarakat," kata Djohan, Ph.D, Pembantu Rektor I UKDW Djohan di sela seminar Liberal Arts Education & Multiculturalism di UKDW Yogyakarta, Jumat (15/5).
Sebagai salah satu institusi pendidikan, UKDW merasa berkewajiban untuk memandirikan mahasiswa dengan terus meningkatkan kemampuan mereka tak hanya dari aspek intelektual, tapi juga dari sisi spiritual. Salah satunya adalah dengan lebih mendekatkan multikulturalisme kepada tiap mahasiswa.
"Saat ini UKDW telah menerapkan multikulturalisme dalam kurikulumnya yakni dengan mengimplementasikannya secara implisit atau dengan cara menyisipkan pengetahuan multikultur pada sejumlah mata kuliah," ujarnya.
Dalam praktiknya di kampus, hal tersebut bisa diterapkan dengan cara memberikan kesempatan baru bagi mahasiswa untuk bekerjasama dengan teman yang sama sekali berbeda dengan dirinya dalam berbagai aspek.
"Contohnya dengan kerja dalam kelompok yang plural. Tiap mahasiswa nantinya akan mengetahui sesuatu yang baru dari orang yang sama sekali lain dari dirinya," katanya.
Pada praktiknya di dunia luar nanti, pendidikan multikulturalisme diharapkan mampu menjadikan mahasiswa menjadi sosok yang siap ditempa dalam setiap kondisi dan situasi, bahkan yang paling berat sekalipun.
Untuk lebih mengembangkan wacana multikulturalisme, UKDW juga menggelar seminar dan workshop mengenai multiculturalisme dengan menghadirkan rektor pertama UKDW Judo poerwowidagdo, Ph.D dan pengajar lintas disiplin dari Universitas Wyoming, Amerika Serikat Prof. Kristine T. Utterback.
"Dunia setelah kelulusan mengharuskan mahasiswa untuk liberal atau mandiri karena masyarakat berkembang dengan cepat. Mahasiswa harus mampu menjadi agent of change atau pengawal perubahan dalam masyarakat," kata Djohan, Ph.D, Pembantu Rektor I UKDW Djohan di sela seminar Liberal Arts Education & Multiculturalism di UKDW Yogyakarta, Jumat (15/5).
Sebagai salah satu institusi pendidikan, UKDW merasa berkewajiban untuk memandirikan mahasiswa dengan terus meningkatkan kemampuan mereka tak hanya dari aspek intelektual, tapi juga dari sisi spiritual. Salah satunya adalah dengan lebih mendekatkan multikulturalisme kepada tiap mahasiswa.
"Saat ini UKDW telah menerapkan multikulturalisme dalam kurikulumnya yakni dengan mengimplementasikannya secara implisit atau dengan cara menyisipkan pengetahuan multikultur pada sejumlah mata kuliah," ujarnya.
Dalam praktiknya di kampus, hal tersebut bisa diterapkan dengan cara memberikan kesempatan baru bagi mahasiswa untuk bekerjasama dengan teman yang sama sekali berbeda dengan dirinya dalam berbagai aspek.
"Contohnya dengan kerja dalam kelompok yang plural. Tiap mahasiswa nantinya akan mengetahui sesuatu yang baru dari orang yang sama sekali lain dari dirinya," katanya.
Pada praktiknya di dunia luar nanti, pendidikan multikulturalisme diharapkan mampu menjadikan mahasiswa menjadi sosok yang siap ditempa dalam setiap kondisi dan situasi, bahkan yang paling berat sekalipun.
Untuk lebih mengembangkan wacana multikulturalisme, UKDW juga menggelar seminar dan workshop mengenai multiculturalisme dengan menghadirkan rektor pertama UKDW Judo poerwowidagdo, Ph.D dan pengajar lintas disiplin dari Universitas Wyoming, Amerika Serikat Prof. Kristine T. Utterback.
Kirim Komentar