Sabtu malam kemarin (29/11) di Padepokan Bagong Kussudiardja kembali diselenggarakan acara Jagongan Wagen yang merupakan kegiatan rutin bulanan Yayasan Bagong Kussudiardja.
Kali ini, disuguhkan pertunjukkan dua nomer tari kontemporer yang masing-masing merupakan karya dua orang koreografer dari Surakarta yaitu Guntur A.S dan Yashinta Desy Natalia.
Karya tarian yang pertama ditampilkan pada pertunjukkan yang dimulai sekitar pukul 20:00 WIB tersebut, berjudul Tanda, yang merupakan penafsiran secara personal terhadap tari Srimpi. Hal yang menarik dalam tarian ini, nampak semacam akarwangi yang digunakan sebagai hiasan kepala para penari disulut sedemikian rupa --seperti hio--, sehingga membara dan menyebarkan aroma wangi yang khas.
Karya kedua yang ditampilkan adalah tarian yang berjudul Surtikanthi: Let It Be. Karya ini, menurut Yashinta karya ini terinspirasi dari tokoh Surtikanthi, yang merupakan istri dari Adipati Karna di dalam kisah Mahabharata. Digambarkan di sini bagaimana Surtikanthi bersikap ketika melepas sang suami ke medan laga, diantara kepasrahan dan kesedihan karena mengetahui bahwa ujung nasib sang suami akan berakhir di medan perang itu. Kondisi antara pasrah dan takut, bangga dan sedih diperkuat dengan pencahayaan yang membuat kondisi panggung seperti senjakala atau ketika gerhana matahari.
Hal lain yang menarik dari pertunjukkan yang berlangsung hingga sekitar pukul 21:15 WIB ini, adalah musik yang mengiringi kedua nomer tarian tersebut bersifat live, dan bukan rekaman musik yang berasal dari kaset atau cd audio.
Selain itu, walaupun dasar-dasar gerakan tarian ini mengambil gerakan-gerakan tari gaya Surakarta dan Yogyakarta yang umumnya bersifat halus dan lembut, namun musik pengiring tersebut bukan terdiri dari gamelan yang umum untuk mengiringi tari-tarian seperti itu, namun malam itu musik pengiringnya berupa sebuah band modern yang nyaris tidak ada unsur-unsur alat musik gamelannya.
Jagongan Wagen sendiri adalah sebuah acara yang diadakan setiap bulan dengan tujuan untuk memberi kesempatan para seniman-seniman seni pertunjukkan menampilkan karya mereka, dan sekaligus memberikan ruang yang leluasa bagi siapapun untuk mengapresiasi seni pertunjukkan tersebut.
Foto: Anggalama
Kali ini, disuguhkan pertunjukkan dua nomer tari kontemporer yang masing-masing merupakan karya dua orang koreografer dari Surakarta yaitu Guntur A.S dan Yashinta Desy Natalia.
Karya tarian yang pertama ditampilkan pada pertunjukkan yang dimulai sekitar pukul 20:00 WIB tersebut, berjudul Tanda, yang merupakan penafsiran secara personal terhadap tari Srimpi. Hal yang menarik dalam tarian ini, nampak semacam akarwangi yang digunakan sebagai hiasan kepala para penari disulut sedemikian rupa --seperti hio--, sehingga membara dan menyebarkan aroma wangi yang khas.
Karya kedua yang ditampilkan adalah tarian yang berjudul Surtikanthi: Let It Be. Karya ini, menurut Yashinta karya ini terinspirasi dari tokoh Surtikanthi, yang merupakan istri dari Adipati Karna di dalam kisah Mahabharata. Digambarkan di sini bagaimana Surtikanthi bersikap ketika melepas sang suami ke medan laga, diantara kepasrahan dan kesedihan karena mengetahui bahwa ujung nasib sang suami akan berakhir di medan perang itu. Kondisi antara pasrah dan takut, bangga dan sedih diperkuat dengan pencahayaan yang membuat kondisi panggung seperti senjakala atau ketika gerhana matahari.
Hal lain yang menarik dari pertunjukkan yang berlangsung hingga sekitar pukul 21:15 WIB ini, adalah musik yang mengiringi kedua nomer tarian tersebut bersifat live, dan bukan rekaman musik yang berasal dari kaset atau cd audio.
Selain itu, walaupun dasar-dasar gerakan tarian ini mengambil gerakan-gerakan tari gaya Surakarta dan Yogyakarta yang umumnya bersifat halus dan lembut, namun musik pengiring tersebut bukan terdiri dari gamelan yang umum untuk mengiringi tari-tarian seperti itu, namun malam itu musik pengiringnya berupa sebuah band modern yang nyaris tidak ada unsur-unsur alat musik gamelannya.
Jagongan Wagen sendiri adalah sebuah acara yang diadakan setiap bulan dengan tujuan untuk memberi kesempatan para seniman-seniman seni pertunjukkan menampilkan karya mereka, dan sekaligus memberikan ruang yang leluasa bagi siapapun untuk mengapresiasi seni pertunjukkan tersebut.
Foto: Anggalama
Kirim Komentar