Lagi-lagi pemerintah menurunkan harga premium yang tadinya Rp 5.500,00 menjadi Rp 5.000,00. Penurunan harga premium ini mulai diberlakukan pada tanggal 15 Desember 2008. Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Bagaimana dengan nasib sejumlah Stasiun Pengisisan Bahan Bakar Umum (SPBU) yang sudah terlanjur membeli stok premium pada saat harga Rp 5.500,00?
Saat ditemui di SPBU Taman Siswa, Ari Indarwanto, pengawas lapangan, mengatakan bahwa SPBU Taman Siswa mengalami kerugian sebesar dua puluh persen. "Kita masih ada sisa stok bensin sebanyak lima ton. Wah, disini ya rugi banget mbak," keluh Ari. Menurutnya, walaupun ada penurunan harga premium, tapi antrian bensin tidak membludak seperti pada tanggal 1 Desember kemarin. "Mungkin karena turunnya mendadak, orang pada nggak tahu" ungkapnya.
Senada dengan Ari, Benu Pambagio, Manager Penjualan SPBU Terban mengatakan bahwa SPBU-nya mengalami kerugian karena sudah terlanjur membeli stok pada harga Rp 5.500,00. "Disini antrian stabil-stabil saja. Nggak ada perubahan yang signifikan," jelas Benu. Sama halnya dengan yang diungkapkan Maryono, pengawas lapangan SPBU Sagan, bahwa SPBU dimana-mana pasti rugi akan turunnya premium yang mendadak ini. Dan suatu kebetulan saja bahwa stok yang dimiliki oleh SPBU Sagan tinggal sedikit, jadi kerugian tidak sebesar yang diderita oleh SPBU lainnya. "Tapi yang namanya uang berapa pun kalau hilang ya tetap saja rugi," jelasnya tertawa ketus.
Sekelumit kisah dari pengecer premium kecil. Hardiyono, pengecer premium yang mangkal di Jl. Brigdjen Katamso ini mengaku mengalami kerugian juga. "Tapi nggak sebesar pom-pom bensin itu. Disini ya nggak bisa beli sampai berton-ton," jelasnya sambil tertawa. Kepasrahan tersirat jelas dalam guratan wajahnya. Bensin sudah terlanjur dibeli dan tak bisa dikembalikan.
Solar yang tadinya berada pada harga Rp 5.500,00 sekarang pun ikut-ikutan turun menjadi Rp 4.800,00. Penurunan harga solar ini tidak mengimbas kepada tarif angkutan umum. "Ya, nggak ngaruh mbak. Solar itu naik turun sampai bingung. Mau nurunin tarif angkutan ya nggak mungkin lagi. Onderdil aja sekarang mahal," keluh Aldi, supir Kobutri jalur tujuh.
Sampai saat ini menurut tiga pengawas lapangan SPBU diatas, serempak mengatakan belum ada tindak lanjut dari pemerintah tentang penurunan premium yang mendadak ini. Kompensasi pun belum diberikan kepada SPBU yang sudah terlanjur membeli premium dari harga Rp 5.500,00. Terbukti penurunan harga premium memang tak selamanya menguntungkan semua pihak.
Saat ditemui di SPBU Taman Siswa, Ari Indarwanto, pengawas lapangan, mengatakan bahwa SPBU Taman Siswa mengalami kerugian sebesar dua puluh persen. "Kita masih ada sisa stok bensin sebanyak lima ton. Wah, disini ya rugi banget mbak," keluh Ari. Menurutnya, walaupun ada penurunan harga premium, tapi antrian bensin tidak membludak seperti pada tanggal 1 Desember kemarin. "Mungkin karena turunnya mendadak, orang pada nggak tahu" ungkapnya.
Senada dengan Ari, Benu Pambagio, Manager Penjualan SPBU Terban mengatakan bahwa SPBU-nya mengalami kerugian karena sudah terlanjur membeli stok pada harga Rp 5.500,00. "Disini antrian stabil-stabil saja. Nggak ada perubahan yang signifikan," jelas Benu. Sama halnya dengan yang diungkapkan Maryono, pengawas lapangan SPBU Sagan, bahwa SPBU dimana-mana pasti rugi akan turunnya premium yang mendadak ini. Dan suatu kebetulan saja bahwa stok yang dimiliki oleh SPBU Sagan tinggal sedikit, jadi kerugian tidak sebesar yang diderita oleh SPBU lainnya. "Tapi yang namanya uang berapa pun kalau hilang ya tetap saja rugi," jelasnya tertawa ketus.
Sekelumit kisah dari pengecer premium kecil. Hardiyono, pengecer premium yang mangkal di Jl. Brigdjen Katamso ini mengaku mengalami kerugian juga. "Tapi nggak sebesar pom-pom bensin itu. Disini ya nggak bisa beli sampai berton-ton," jelasnya sambil tertawa. Kepasrahan tersirat jelas dalam guratan wajahnya. Bensin sudah terlanjur dibeli dan tak bisa dikembalikan.
Solar yang tadinya berada pada harga Rp 5.500,00 sekarang pun ikut-ikutan turun menjadi Rp 4.800,00. Penurunan harga solar ini tidak mengimbas kepada tarif angkutan umum. "Ya, nggak ngaruh mbak. Solar itu naik turun sampai bingung. Mau nurunin tarif angkutan ya nggak mungkin lagi. Onderdil aja sekarang mahal," keluh Aldi, supir Kobutri jalur tujuh.
Sampai saat ini menurut tiga pengawas lapangan SPBU diatas, serempak mengatakan belum ada tindak lanjut dari pemerintah tentang penurunan premium yang mendadak ini. Kompensasi pun belum diberikan kepada SPBU yang sudah terlanjur membeli premium dari harga Rp 5.500,00. Terbukti penurunan harga premium memang tak selamanya menguntungkan semua pihak.
Kirim Komentar