Agak janggal memang. Universitas Sanata Dharma menggelar pameran yang didukung oleh 44 perupa yang mayoritas adalah perupa yang disegani khususnya di DIY. Tapi itulah adanya. Sebuah konsep pameran baru yang digelar apa adanya --bukan di galeri-- melainkan hanya di sebuah ruang sekretariat kampus USD.
Pameran tanpa kuratorial ini terjadi dengan apa adanya. Perupa diberikan kesempatan untuk menggali konsep sehubungan dengan pemikiran Driyarkara. Mengingat belum semua orang mengenal dan mengetahui siapa itu itu filsuf Driyarkara dan segudang pemikirannya, panitia memberikan kesempatan bagi tiap perupa untuk menuliskan konsepnya dalam merespon pemikiran Driyarkara dalam tiap karyanya. Dengan begitu, masyarakat paling tidak akan terbantu dengan tulisan tersebut dalam mengapresiasi dan menemukan pesan yang ada dalam tiap-tiap karya. Kurang populer memang, tapi sepertinya akan efektif.
Akhir-akhir ini, tak sedikit seniman yang telah tercukupi dalam hal materi, namun tak jarang dari mereka mengeluhkan kegelisahannya dalam hal berseni rupa. Mereka ternyata juga merindukan pewacanaan ide mereka yang tak melulu berorientasi pada materi.
"Telah banyak perupa yang sekarang ini telah mempunyai mobil dll, tapi sebagian besar dari mereka juga membutuhkan wahana untuk menuangkan kegelisahan mereka dalam berseni rupa," kata Direktur Indonesia Contemporary Art Network, Antariksa di Ruang Seminar Universitas Sanata Dharma beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masalah pelik yang harus dihadapi oleh perupa adalah kurangnya ide dan konsep. Tak heran jika hanya seorang Affandi dan beberapa yang lain yang mampu menembus pameran dua tahunan sekelas Biennale Venezia di Italia.
""Partisipasi seniman Indonesia masih bisa dibilang rendah dalam hal konsep. Tak heran jika hanya Affandi dan beberapa yang lain yang bisa ikut Biennale," ujarnya.
Setali tiga uang dengan Antariksa, Rm Budi Subanar juga mengharapkan agar pameran ini bisa menjadi wadah kegelisahan perupa yang ingin mewacanakan konsep. Lebih jauh, Romo Banar bahkan memimpikan agar pameran ini bisa kembali diadakan secara rutin pada waktu mendatang.
"Diharapkan pameran ini bisa menjadi wadah kegelisahan perupa yang benar-benar ingin mewacanakan konsep dan idenya dalam berkarya. Jadi tidak hanya berpikiran komersial saja. Untuk itu, semoga pameran ini ke depan bisa diadakan secara rutin setiap dua atau tiga tahun sekali," kata Romo Banar.
Untuk memeringati Dies Natalis USD ke-53, sebuah pameran Gelar Perupa Mendidik "Membaca Kembali Driyarkara: Kemanusiaan, Pendidikan, Kebangsaan" digelar di lantai 3 dan 4 dan area di sekitar Gedung Administrasi Universitas Sanata Dharma Mrican Yogyakarta. Pameran yang diikutioleh 44 perupa ini akan berlangsung dari 17 Desember 2008 hingga pada 17 Januari 2009.
Pameran tanpa kuratorial ini terjadi dengan apa adanya. Perupa diberikan kesempatan untuk menggali konsep sehubungan dengan pemikiran Driyarkara. Mengingat belum semua orang mengenal dan mengetahui siapa itu itu filsuf Driyarkara dan segudang pemikirannya, panitia memberikan kesempatan bagi tiap perupa untuk menuliskan konsepnya dalam merespon pemikiran Driyarkara dalam tiap karyanya. Dengan begitu, masyarakat paling tidak akan terbantu dengan tulisan tersebut dalam mengapresiasi dan menemukan pesan yang ada dalam tiap-tiap karya. Kurang populer memang, tapi sepertinya akan efektif.
Akhir-akhir ini, tak sedikit seniman yang telah tercukupi dalam hal materi, namun tak jarang dari mereka mengeluhkan kegelisahannya dalam hal berseni rupa. Mereka ternyata juga merindukan pewacanaan ide mereka yang tak melulu berorientasi pada materi.
"Telah banyak perupa yang sekarang ini telah mempunyai mobil dll, tapi sebagian besar dari mereka juga membutuhkan wahana untuk menuangkan kegelisahan mereka dalam berseni rupa," kata Direktur Indonesia Contemporary Art Network, Antariksa di Ruang Seminar Universitas Sanata Dharma beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masalah pelik yang harus dihadapi oleh perupa adalah kurangnya ide dan konsep. Tak heran jika hanya seorang Affandi dan beberapa yang lain yang mampu menembus pameran dua tahunan sekelas Biennale Venezia di Italia.
""Partisipasi seniman Indonesia masih bisa dibilang rendah dalam hal konsep. Tak heran jika hanya Affandi dan beberapa yang lain yang bisa ikut Biennale," ujarnya.
Setali tiga uang dengan Antariksa, Rm Budi Subanar juga mengharapkan agar pameran ini bisa menjadi wadah kegelisahan perupa yang ingin mewacanakan konsep. Lebih jauh, Romo Banar bahkan memimpikan agar pameran ini bisa kembali diadakan secara rutin pada waktu mendatang.
"Diharapkan pameran ini bisa menjadi wadah kegelisahan perupa yang benar-benar ingin mewacanakan konsep dan idenya dalam berkarya. Jadi tidak hanya berpikiran komersial saja. Untuk itu, semoga pameran ini ke depan bisa diadakan secara rutin setiap dua atau tiga tahun sekali," kata Romo Banar.
Untuk memeringati Dies Natalis USD ke-53, sebuah pameran Gelar Perupa Mendidik "Membaca Kembali Driyarkara: Kemanusiaan, Pendidikan, Kebangsaan" digelar di lantai 3 dan 4 dan area di sekitar Gedung Administrasi Universitas Sanata Dharma Mrican Yogyakarta. Pameran yang diikutioleh 44 perupa ini akan berlangsung dari 17 Desember 2008 hingga pada 17 Januari 2009.
Kirim Komentar