Kawasan Malioboro semakin semrawut. Konsekuensinya, pedagang yang
ada di kawasan paling populer di Jogja ini pun harus dibatasi. Salah
satunya adalah dengan pembentukan UPT Kawasan Malioboro pada Juni
mendatang.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti beberapa waktu lalu di sela acara Festival Kuliner Jogja 2009 yang digelar di Benteng Vredeburg Yogyakarta.
"Nantinya akan dibikin zero growth atau pertumbuhan pelaku usahanya ditekan. Memang harus dipikirkan ke arah itu," katanya.
Wawali menambahkan, meski selama ini Malioboro terkesan semrawut, kumuh dan tidak tertata, namun adanya UPT diharapkan dapat mengendalikan kepentingan seluruh pihak.
UPT tersebut adalah unit yang berada di bawah enam instansi yakni, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perhubungan, Dinas Ketertiban, Dinas Kimpraswil dan Disperindagkoptan.
"Instansi terkait di atas wajib bersinergi guna memunculkan solusi terbaik bagi ikon pariwisata Yogya tersebut dibawah koordinasi Disperindagkoptan," ujarnya.
Saat ini, sosialisasi bagi 19 Paguyuban Kawasan Malioboro (PKM) juga terus dilakukan. PKM yang terdiri pedagang kaki lima, asongan, seniman, juru parkir, tukang becak hingga pengusaha tersebut juga harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk mewujudkan keteraturan Malioboro.
Sementara itu, presidium PKM Sujarwo Putra beberapa waktu lalu mengatakan, pembatasan boleh saja dilakukan asal aparat Pemkot Yogyakarta tidak melakukan aksi penggusuran yang dapat merugikan pelaku usaha.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti beberapa waktu lalu di sela acara Festival Kuliner Jogja 2009 yang digelar di Benteng Vredeburg Yogyakarta.
"Nantinya akan dibikin zero growth atau pertumbuhan pelaku usahanya ditekan. Memang harus dipikirkan ke arah itu," katanya.
Wawali menambahkan, meski selama ini Malioboro terkesan semrawut, kumuh dan tidak tertata, namun adanya UPT diharapkan dapat mengendalikan kepentingan seluruh pihak.
UPT tersebut adalah unit yang berada di bawah enam instansi yakni, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perhubungan, Dinas Ketertiban, Dinas Kimpraswil dan Disperindagkoptan.
"Instansi terkait di atas wajib bersinergi guna memunculkan solusi terbaik bagi ikon pariwisata Yogya tersebut dibawah koordinasi Disperindagkoptan," ujarnya.
Saat ini, sosialisasi bagi 19 Paguyuban Kawasan Malioboro (PKM) juga terus dilakukan. PKM yang terdiri pedagang kaki lima, asongan, seniman, juru parkir, tukang becak hingga pengusaha tersebut juga harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk mewujudkan keteraturan Malioboro.
Sementara itu, presidium PKM Sujarwo Putra beberapa waktu lalu mengatakan, pembatasan boleh saja dilakukan asal aparat Pemkot Yogyakarta tidak melakukan aksi penggusuran yang dapat merugikan pelaku usaha.
Kirim Komentar