Seorang perajin kerajinan tangan dari Karang Wetan, Salamrejo, Sentolo, Kulon Progo, M Dwiyani Sulistyo mengaku perajin seperti dirinya akan lebih berkembang jika pemda setempat segera merealisasikan keberadaan showroom terpadu handycraft.
Untuk itu, ke depan pihaknya dan mungkin dengan kelompok usaha kerajinan lain di daerahnya akan menjalin kerjasama untuk adanya showroom khusus bagi produk-produk kerajinannya tersebut.
"Sekarang sih sudah ada tempatnya, tapi saya belum tahu kapan bisa ditempati tempat tersebut karena kami belum mendapatkan informasi apapun tentang tempat itu hingga sekarang," katanya di kediamannya yang sekaligus menjadi showroom-nya di Karang Wetan, Salamrejo, Sentolo, Kulon Progo, Senin (27).
Bagi perajin yang memanfaatkan bahan alam agel dan gajih tersebut, keberadaan showroom nantinya diharapkan mampu meningkatkan usahanya yang menurutnya tahun ini sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan.
"Terus terang untuk tahun ini kami mengalami penururunan omset baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kalau normal sih bisa lebih dari Rp 100 juta per bulan, tapi tahun ini kurang dari itu," ujar perajin yang memulai usahanya sejak tahun 2000 tersebut.
Perajin yang hanya bermodalkan Rp 200 ribu untuk mengawali usahanya tersebut menawarkan sejumlah produk seperti topi, tas, dompet, karpet, kotak, dll, yang dihasilkannya dengan memanfaatkan agel dan gajih dari daun gebang.
"Dari omset kami peroleh, dulu sih waktu belum ada krisis, sekitar 70 persen adalah dari pasar luar negeri seperti Jepang, Amerika, dan Australia. Tapi sekarang masing-masing 50 persen untuk dalam dan luar negeri," terangnya.
Dengan adanya showroom kerajinan, Dwiyani mengaku pihaknya mungkin akan mampu menjual secara langsung kepada pembeli. Tidak seperti sekarang ini yang masih memanfaatkan jasa agen dalam menjual produk kerajinannya.
Dengan kreativitasnya menghasilkan produk kerajinan tangan yang harganya mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 200 ribu itu, Dwiyani telah berhasil menghidupi paling tidak 200 tenaga kerja dari kampungnya sendiri yang membantunya.
Selain masalah showroom, Dwiyani juga mengeluhkan kurangnya bahan baku daun gebang yang semakin menipis di daerahnya. Menurutnya, langkanya daun gebang karena lahan yang ada saat ini lebih banyak ditanami buah-buahan.
Karena kesulitan bahan baku, Dwiyani pun harus mendatangkannya dari luar daerah tentunya dengan ongkos produksi yang lebih tinggi. "Kami harus membeli dari daerah Blora Jawa Tengah dan Lamongan Jawa timur," tandasnya.
Kirim Komentar