Rabu (16/02) jam 06.00 pagi, para pengunjung dan penikmat tradisi Garebeg telah memadati lokasi Sekaten Yogyakarta dan Masjid Gedhe Kauman. Mereka berduyun-duyun untuk melihat secara langsung diperingatinya Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendatang pun berasal dari berbagai lokasi, baik dari Yogyakarta maupun dari luar daerah. Seorang pengunjung ditemui Tim Gudegnet didepan Masjid Gedhe mengatakan bahwa ia jauh-jauh dari Sentolo Kulonprogo ingin menyaksikan Garebeg Sekaten secara langsung.
Waktu semakin siang, banyak pengunjung yang mulai merasakan pusing oleh teriknya sinar matahari. Ada yang menepi diemperan, ada yang menggunakan jaket sebagai penutup kepala, ada pula yang hampir pingsan. Satpol PP mulai menertibkan pengunjung yang mulai merangsek kearah jalan yang akan dilalui oleh Gunungan. Beberapa kali mereka mengingatkan pengunjung untuk berhati-hati terhadap anak-anak yang sewaktu-waktu bisa terinjak oleh kebrutalan pengunjung lain yang ingin mendapatkan berkah Gunungan.
Media cetak maupun elektronik pun telah setia menunggu event Garebeg sejak pagi hari. Meski panas menyambar tubuh, namun mereka tetap semangat menjalankan tugasnya masing-masing. Tim Gudegnet menyambangi seorang nenek yang berjualan telur merah dan sirih. Nenek Lagiem ternyata berjualan telur merah sejak beliau masih SD. Di usianya yang telah berumur 65 tahun, ia tetap setia menjual barang tersebut saat Garebeg tiba. "Biasanya saya sehari-hari momong cucu, namun saat menjelang 7 hari sekaten, saya berjualan Endog Abang. Manfaatnya agar mereka yang membeli mendapatkan berkah." begitu penuturannya sembari melayani pembeli yang menginginkan telur merah.
Lain endog abang lain pula perlengkapan sirih. Menurut penjual yang menjajakan barang tersebut, Sirih ini dijual saat Miyos Gongso hingga Kondur Gongso sehingga hanya dijual selama 7 hari saja. Cunduk, tembakau, daun sirih dan balutan daun pisang merupakan komposisi yang ada di perlengkapan Nginang kalo orang jawa bilang. Tidak kalah pula seorang wisatawan asal Chile yang datang ke acara Garebeg 2011 ini. Daniel beserta pacarnya mengunjungi Masjid Gedhe Kamuman untuk melihat langsung prosesi adat kraton ini. "I get information from internet when i left from Malaysia". Ia juga menuturkan bahwa rasa penasarannya akan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW membawanya ke Yogyakarta.
Saat Tim Gudegnet menjumpai Mas Lurah Widyo Dimulyo di Magangan, nuansa suka cita sangat terasa baik dari warga Jogja maupun para abdi dalem yang ada dilokasi dimana setiap pengendara dilarang untuk menaiki kendaraan yang mereka bawa. Bapak yang memiliki 6 putra ini menuturkan bahwa proses pembuatan Gunungan memakan waktu hingga 1 bulan. Sebelum pembuatan, dilaksanakan upacara selamatan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. "Ada pula prosesi Tumplak Wajik yang diadakan di halaman istana Magangan, wadah tombong berisi wajik dan tiwul ada didalamnya".
Acara puncak Sekaten ditandai dengan adanya Garebeg yang dilaksanakan di Masjid Gedhe Kauman. Bunyi senapan prajurit kraton atau yang dikenal dengan Salvo, menandakan hadirnya Gunungan didepan lokasi Masjid Gedhe. Sontak para pengujung langsung merangsek ingin meraih isi Gunungan yang berupa kacang panjang, cabai dan beberapa hasil bumi lainnya. "Mereka saling berebut isi gunungan untuk mendapatkan berkah dari ilahi" begitu kata Mas Lurah Widyo Dimulyo disela-sela tugasnya di Tepas Kabudayan Widyo Budoyo Kraton Yogyakarta.
Kirim Komentar