Pertanyaan
Selamat pagi,
Nama saya Hanafi. Umur 45 tahun. Dulu kami punya anak, saat usia satu tahun dia didiagnosa mengalami penyakit jantung lemah. Kami sudah melakukan pengobatan kemana-mana. Suatu hari, saat subuh, waktu itu tiba-tiba lampu rumah kami padam, lalu anak kami menangis dan minta makan. Setelah itu ia tidur dan tidak pernah bangun lagi.
Setelah peristiwa itu, 14 tahun lamanya kami menunggu untuk punya momongan. Syukur, 3 tahun lalu anak kedua kami lahir. Sebagai anak yang ditunggu melewati masa-masa sulit dan akan menjadi "calon tunggal" tentu membuat kami ekstra, bahkan bisa dikatakan sangat hati-hati dan protektif. Ibarat kristal, kami berdua menjaganya jangan sampai lecet apalagi pecah.
Namun, akhir-akhir ini kami merasa gelisah sendiri. Toh, suatu hari, ia harus hidup sendiri dan lepas dari kami. Tentunya, ia harus bisa jadi pribadi yang bisa survive dan memiliki daya juang. Kami ingin mendidiknya seperti anak-anak di keluarga lain. Tapi di lain sisi, ia anak kami satu-satunya. Bagaimana kalau saat mendidiknya ia kecewa apalagi sampai sedih? Pendidikan seperti apa yang pas ya?
Saat ini kami benar-benar mengalami dilema mendidik anak "semata wayang" ini. Mohon bantuannya.
Salam,
Hanafi, tinggal di Wonosari
Jawaban
Selamat pagi Bapak Hanafi di Wonosari,
Terima kasih sudah berbagi cerita dengan kami.
Perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor pengasuhan serta pengaruh dari lingkungan. Seorang anak tunggal biasanya akan mendapatkan perhatian yang ekstra karena perhatian kedua orang tua akan otomatis tercurah secara maksimal kepada si anak.
Oleh karena keistimewaan tersebut, beberapa diantara anak tunggal akan memiliki jiwa yang egois dan tidak mau menghargai orang lain, kurang bisa menerima kritikan, serta kurang peduli terhadap orang lain. Namun, beberapa diantaranya justru lebih ceria, dan lebih berprestasi dibandingkan anak-anak lain. Tentu saja sangat mudah dipahami karena maksimalnya perhatian serta fasilitas yang diberikan orang tua kepadanya.
Disinilah peran orangtua akan sangat besar mempengaruhi terbentuknya karakter seorang anak, dalam hal ini adalah anak tunggal. Beberapa tips dari Aisha semoga dapat dijadikan referensi:
- Ajarkan kepedulian kepada anak, karena dalam posisinya sebagai seorang anak tunggal, mereka terbiasa untuk tidak memerdulikan orang lain, karena tidak ada saudara yang dapat dijadikan sebagai acuan memberi dan menerima kepedulian.
- Jangan terlalu over protective. Sekalipun anak Bapak adalah seorang anak tunggal, dapat dipahami bahwa rasa ketakutan dan keinginan untuk menjaga anak Bapak akan lebih besar dibandingkan dengan orang tua lainnya. Namun, demikian jangan sampai sikap over protective yang Bapak terapkan kepada anak justru menghambat ekspresi dan kepercayaan diri serta rasa ingin tahu dalam menggali pengetahuan dan membangun hubungan dengan teman-temannya.
- Seorang anak tunggal akan terbiasa dalam kondisi yang diistimewakan oleh lingkungan sekitarnya, baik oleh orang tua, paman, bibi, kakek, nenek, dan lain-lain, sehingga kebanyakan akan memiliki rasa tidak mau mengalah serta tidak mau disalahakan. Sebagai orang tua dari anak tunggal, sebaiknya biasakan untuk memperlakukan anak sebagai mana anak-anak lain, dalam artian tidak terlalu mengistimewakan dan memberi penghargaan serta hukuman sesuai dengan apa yang dilakukan.
- Ajarkan sejak dini tentang arti bertanggung-jawab. Walaupun mendapat predikat sebagai anak tunggal, seorang anak harus tetap dididik tentang arti bertanggung jawab, agar menjadi sebuah kebiasaan hingga dewasa.
Beberapa tips di atas mungkin terlihat sederhana, namun semoga anak tunggal Bapak dapat memiliki pribadi yang memiliki sifat-sifat yang positif dan berkarakter seperti yang Bapak dambakan.
Semoga bermanfaat bagi Bapak dan keluarga.
Aisha Parenting
www.aishaparenting.com
@twit_aisha
"We strive to engage mindful parents to develop good reading and eating habits, as well as to stimulate creativity at home"
Silahkan mengirimkan pertanyaan seputar parenting ke info@gudeg.net
Kirim Komentar