Pariwisata

5 Bangunan Yang Menunjukkan Penjajah Ternyata Visioner

Oleh : Albertus Indratno / Minggu, 30 Oktober 2016 02:07
5 Bangunan Yang  Menunjukkan Penjajah Ternyata Visioner
Hotel Toegoe awalnya Naamlose Vennotschap Grand Hotel de Djogja. Lalu menjadi Naamloose Vennotschap Narba. Hotel Tugu disebut-sebut sebagai hotel terbaik untuk beristirahat. (www.gudeg.net/Al. Indratno)


Yogyakarta, Indonesia – www.gudeg.net Pemerintah Belanda dan Jepang mempertahankan kekuasaannya lewat berbagai cara. Salah satunya dengan membangun fasilitas transportasi, perbankan, asuransi, perhotelan, serta pabrik gula. Ini 5 diantaranya:

#1 Stasiun Tugu dan stasiun Lempuyangan



N.I.S Mij S.N. membangun stasiun kereta api pertama di Yogyakarta. Tepatnya di kawasan Lempuyangan pada 2 Maret 1872. Lalu, Spoor SS membangun stasiun Tugu pada 2 Mei 1887. Alasan pembuatan stasiun itu karena saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII penggunaan kereta api sebagai angkutan rakyat mulai meluas. Selain digunakan di pabrik gula, kereta juga melayani kebutuhan umum lainnya.

#2 Kantor asuransi dan bank



Kantor asuransi dan bank yang berdiri pada jaman Belanda bernama Nill Maatschappij (Nil Mij). Bangunannya ada di sisi selatan Gedung Agung. Saat ini bangunan itu digunakan sebagai kantor BNI ’46. Saat masa penjajahan Jepang, gedung ini menjadi kantor Radio Jepang bernama Hoso Kyoku. Sedangkan sebagai sarana perbankan dibangun Javasche Bank. Bangunan ini sekarang menjadi kantor Bank Indonesia. Sebelumnya, bangunan itu menjadi tempat tinggal perwira Belanda.

#3 Hotel Toegoe



Sejak dibangun awal abad ke 20, Hotel Toegoe memang berfungsi sebagai hotel. Awalnya hotel ini bernama Naamlose Vennotschap Grand Hotel de Djogja. Lalu berubah menjadi Naamloose Vennotschap Narba. Bahkan, dalam buku lawas bernama Mooi Djogjakarta, Hotel Tugu disebut-sebut sebagai hotel terbaik untuk beristirahat.

Secara struktur, Hotel Toegoe sendiri terdiri atas sebuah bangunan induk yang diapit dua bangunan lainnya yang ukurannya lebih kecil. Hotel Toegoe menghadap ke barat laut, dikelilingi pagar tembok, serta menampilkan arsitektur campuran antara gaya Eropa dan tradisional.

Tahun 1920-an, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII meresmikan restoran di Hotel Togoe. Hotel ini menjadi sangat penting karena menjadi saksi perang kemerdekaan. Bahkan, ketika Agresi Militer Belanda II, bangunan tersebut menjadi pusat markas tentara Belanda yang dipimpin Letkol D.B.A. van Langen yang berhasi direbut dan dilumpuhkan para pejuang kemerdekaan.

#4 Benteng Vredeburg



Benteng Vredeburg merupakan pusat pertahanan penjajah Belanda pertama yang berdiri tahun 1756. Benteng tersebut ada setelah mendapat persetujuan dari  Sri Sultan Hamengku Buwono I ketika beliau sudah tinggal di Kraton Yogyakarta. Fungsi utama benteng yang letaknya di sebelah utara Alun-Alun Lor (utara) ini ialah sebagai prasarana mengawasi gerak-gerik para sultan Yogyakarta.

Awalnya, benteng Vredeburg terbuat dari dinding tanah yang diperkuat tiang-tiang dari kayu kelapa serta aren. Sedangkan ruangan di dalam benteng terbuat dari kayu dan bambu serta beratap ilalang. Lalu W.H. van Ossenberch, Gubernur Pantai Utara Jawa di Semarang, memohon kepada Sultan HB I  agar benteng diperbaiki dengan alasan keamanan orang-orang Belanda yang bermukim di dalam benteng. Hingga akhirnya, pembangunan benteng disempurnakan sejak tahun 1765 – 1778. Rancangan gambarnya dikerjakan Ir. Frans Haak. Setelah rampung, benteng ini dinamai Rustenburg. Lalu, pada tahun 1786 berubah menjadi Vredeburg.

Benteng Vredeburg bentuknya bujur sangkar, dikelilingi parit, serta di keempat sudutnya terdapat bastion. Dulunya, benteng ini digunakan sebagai kediaman perwira, asrama pasukan, rumah sakit serta gudang. Setelah berhasil direbut pemerintah Republik Indonesia, benteng ini beralih fungsi menjadi asrama Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Naas, saat Agresi Militer Beland II, benteng itu direbut kembali penjajah. Dan berhasil dikuasai kembali Pemerintah RI ketika terjadi serangan umum 1 Maret 1949. Sejak saat itu benteng berfungsi lagi sebagai asrama. Dan baru berubah menjadi Museum Benteng Vredeburg sejak 1980.

#5 Gua Jepang



Gua Jepang juga menjadi saksi bisu napsu penjajah Jepang dalam mempertahankan kekuasaannya. Gua-gua itu didirikan di beberapa titik strategis yang dianggap menjadi tempat pendaratan pasukan sekutu, antara lain sekitar perbukitan dekat Pantai Parangtritis, lapangan Udara Adisutjipto serta di sekitar Bukit Plawangan, Kaliurang. Bangunan gua Jepang dirancang mirip gua yang terdiri atas beton bertulang serta disusun dari batu-batu.

Setiap gua Jepang memiliki fungsi tertentu. Uniknya, antara satu gua dan lainnya dihubungkan jalan yang mirip parit. Berdasarkan bentuknya, ada 5 tipe gua Jepang di sekitar wilayah Yogyakarta:

  1. Gua untuk mengintai dan menembak menggunakan meriam. Dugaan tersebut karena adanya lubang besar dan tempat dudukan meriam.
     
  2. Gua untuk mengintai dan menembak menggunakan senapan mesin ringan. Gua seperti ini ada di bagian lereng bukit, menjorok menghadap lembah atau di sekitar dataran rendah.
     
  3. Gua pengintaian bersudut delapan yang ada di puncak bukit.
     
  4. Gua untuk menyimpan logistik dan akomodasi pasukan. Letaknya di areal datar dan tanah lapang.
     
  5. Gua untuk gudang amunisi dan bunker pasukan. Posisinya di bukit-bukit, berdekatan dengan gua-gua tempat penembakan.

Dari ketiga lokasi, gua Jepang di sekitar pantai Selatan paling menarik. Selain karena jumlahnya, juga lokasinya. Disana ada 19 buah gua; 18 buah diantaranya ada di atas perbukitan dan sangat strategis untuk mengamati situasi laut. Semuanya berdiri di atas tanah milik Kasultanan Yogyakarta yang dan secara administratif berada di wilayah kecamatan Pundong, Bantul serta kecamatan Panggang, Gunung Kidul.

Seperti dikatakan sebelumnya, pembangunan gua Jepang di sekitar pantai menjadi strategi untuk menghadang kemungkinan adanya pendaratan tentara Sekutu di sepanjang pantai Laut Selatan. Itulah alasannya gua-gua pengintaian dan penembakan ada di atas perbukitan. Jika cuaca cerah, meskipun tanpa alat bantu sekalipun, garis pantai Parangtritis sampai Muara sungai Progo tampak sangat jelas. Begitulah kisah tentara Jepang yang mati-matian menjaga daerah jajahannya.   

Penulis : Al. Indratno
Editor : Al. Indratno


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNISI 104,5 FM

    UNISI 104,5 FM

    Unisi 104,5 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini