Yogyakarta, www.gudeg.net - Endog abang atau telur merah yang selalu hadir di Sekaten merupakan salah satu bentuk tradisi yang tetap terjaga. Endog abang sebenarnya adalah telur rebus biasa yang diwarnai dengan warna merah, lalu ditusuk dengan sebilah bambu kecil. Pada bagian bambunya lalu dihias dengan kertas putih.
Menurut Mbah Budi (74), seorang nenek penjual endog abang yang berjulan di sekitaran Masjid Agung Kauman, endog abang ini sudah ada sejak jaman dulu. Mbah Budi sudah berjualan endog abang sejak tahun 1960. Ia bercerita bahwa waktu masih muda ia diberi pesan oleh orang-orang tua penjual endog abang supaya ketika mereka sudah tidak lagi berjualan, Mbah Budi meneruskan berjualan endog abang dengan harapan agar tradisi ini tidak hilang.
Ia juga menuturkan bahwa telur pada endog abang ibaratnya adalah ibarat orang. Bahasa Jawa krama dari telur adalah tigan. Tigan dekat dengan kata tiyang yang berarti orang. Hiasan kertas pada bagian atas telur ia sebut sebagai dian yang dalam bahasa Indonesia berarti lampu, dan bagian bawah atau cagak nya ibarat kaki. Mbah Budi menambahkan bahwa warna merah dan putih artinya bapa biyung atau ayah ibu, yang lalu menghasilkan keturunan yang dilambangkan dengan telur.
Selain filosofi endog abang seperti yang diceritakan Mbah Budi, ada juga yang memaknai bahwa warna merah adalah lambang kesejahteraan, dan telur yang ditusuk dengan bambu menunjukkan hubungan manusia dengan Tuhan.
Penganan unik ini hanya dapat ditemui di perayaan Sekaten. Rasanya memang tidak berbeda dengan telur ayam rebus biasa. Tapi dengan membelinya kita ikut menjaga tradisi agar tetap lestari.
Kirim Komentar