www.gudeg.net, Yogyakarta - Puluhan karya drawing Hotland Tobing dalam pameran bertajuk “Oleh-oleh dari Desa” terpajang rapi di Bentara Budaya Yogyakarta. Karyanya sarat dengan kritik sosial. Hotland antara lain menuangkan keprihatinannya tentang peperangan, terorisme, perusakan lingkungan, pembalakan hingga korupsi yang merajalela.
Seniman yang dulu pernah mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta ini juga pernah menggelar karyanya di beberapa kota seperti Medan, Jakarta, Yogyakarta dan kota yang lainnya.
Warna hitam putih banyak mendominasi karyanya. Hal ini untuk menekankan kembali mengenai keadaan sosial yang kurang bagus. Menurutnya, warna hitam putih itu adalah kontras dan garis yang menggambarkan bagian dari seni rupa, namun tidak hanya berupa garis tetapi harus diisi dengan penggambaran.
Penggambaran realitas sosial tampak pada beberapa lukisannya. Seperti karyanya yang bertajuk "Pengungsi dan mi instan", lukisan "Aceh 2004" yang merupakan tribute untuk tsunami Aceh dengan goresan puisi dari penyair lokal, Bring Back Boys Home yang menggambarkan tentara yang hendak ke medan perang dan sejumlah lukisannya yang lain.
Salah satu lukisan yang menyita perhatian adalah “Negeri Para Celeng”. Lukisan ini adalah representasi dari keprihatinanya di dunia politik, di mana para pejabat atau politisi yang ternyata berubah menjadi destruktif. selain itu judul ini mengingatkan kita pada salah satu karya seniman terkenal Joko Pekik dengan karyanya “ Berburu Celeng” .
“Karena seni rupa itu bukan untuk berindah-indah namun seni rupa berdasar dari latar belakang wawasan masing-masing seniman. Namun bukan berarti dia menghakimi, seni itu mencerahkan dan kebudayaan berasal dari seni rupa,“ ujarnya.
Pameran di Bentara Budaya Yogyakarta ini berlangsung hingga tanggal 31 Januari 2018.
Kirim Komentar