Gudeg.net - Gempa-tsunami di Palu dan Donggala memberi dampak serius untuk kegiatan belajar-mengajar. Sebanyak 150.000 pelajar kehilangan sekolahnya. Hal ini disampaikan oleh Mendikbud, Muhajir Effendy, di Yogyakarta hari Rabu (3/10) silam.
“Demi merevitalisasi sekolah-sekolah yang rusak berat Pemerintah berencana akan membangun kembali sekolah tersebut. Dan akan kami perbaharui sekolahnya dengan fasilitas yang baru," bebernya selepas pembukaan Jogja International Batik Bienalle (JIBB) 2018 di Pagelaran Keraton.
Effendy menyampaikan bahwa siswa-siswa ini harus segera kembali ke sekolah, walaupun harus menggunakan tenda darurat sementara ini. Meski begitu, hal utama yang harus dilakukan adalah pemulihan mental dan jiwa.
“Trauma healing sangat berguna demi mengembalikan semangat mereka karena anak-anak sangat sulit menghilangkan rasa trauma,” ujarnya.
Sebagai upaya untuk pemulihan trauma, pemerintah merangkul sejumlah perguruan tinggi, termasuk UGM dan UNY, untuk memulihkan trauma anak-anak dengan cara konseling.
Gempa-tsunami Palu dan Donggala terjadi 28 September 2018 lalu dengan kekuatan 7,7 SR pukul 18.02 WITA. Gempa ini lalu disusul dengan tsunami yang meluluhlantakkan kota Palu dan Donggala. Gempa ini juga memicu munculnya gejala likuefaksi (pencairan tanah). Tanah di daerah terdampak dengan cepat berubah jadi lumpur yang dengan segera menyeret bangunan-bangunan di atasnya dan memakan banyak korban jiwa dan material.
Kirim Komentar