Gudeg.net—Helatan Festival Sastra Yogyakarta (Joglitfest) merangkul acara-acara satsra di Yogya sebagai bagian dari festival ini. Salah satu acara yang dirangkul adalah acara yang diadakan oleh Bjong Ngopi, Ngopiyastro.
Ngopiyastro rutin diadakan kedai kopi di Nologaten ini tiap bulannya. Namun pada 17 September 2019 kali ini, umbul-umbul Joglitfest berdiri bersama acara ini.
Ngopiyastro sendiri telah diadakan sejak 2011. Total 67 kali agenda ini dilaksanakan di Bjong. Selama delapan tahun berjalan, acara ini selalu diramaikan oleh kawula muda yang mencintai sastra.
Mengusung tema yang berbeda setiap bulannya, September ini tema yang dipilih adalah ‘Ambyar’. Bergulung-gulung tisu toilet digelar di sana-sini bak dekorasi Halloween di negara barat.
Kursi-kursi di ‘panggung’ pun diserakkan untuk memberi nuansa ambyar yang mencekam. Tak luput kepala manekin dengan rambut mi instan dengan masker ‘memeriahkan’ suasana panggung.
“Suasana berantakan di panggung itu sebagai representasi kepahitan hidup,” ujar Ega, pencipta instalasi Ngopinyastro LXVII (17/9).
Siapapun boleh membacakan puisi karya siapapun secara spontan di situ. Bergantian pembaca-pembaca puisi menyuarakan kata-kata.
Ada yang membawakan karya sendiri, ada yang membaca puisi dari buku antologi puisi yang tersedia, ada yang membawakan karya WS Rendra. Sedih, marah, jenaka, pembacaan berlangsung penuh emosi yang campur aduk.
Selain pembacaan puisi, kita dapat juga menyaksikan pertunjukan teatrikal oleh Riska Kahyang, salah satu pegiat Ngopinyastro bersama Rhy Husaeni.
Pertunjukan teatrikal sepanjang empat menit ini bercerita tentang pernikahan yang hancur. iska mewakili perempuan yang menjadi korban pernikahan akibat ditinggal suami. Mereka menggunakan alat musik gitar dan cajon dalam penampilannya.
Kirim Komentar