Gudeg.net- Peringatan Tingalan Jumenengan Dalem atau Kenaikan Tahta Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X dimaknai sebagai penanda bahwa zaman telah banyak berubah.
Hal tersebut terlihat dari digunakannya teknologi untuk mendokumentasikan kekayaan budaya milik keraton, baik budaya benda maupun tidak benda.
“Kepemimpinan Sri Sultan HB X saat ini senantiasa berupaya untuk dapat relevan dengan perkembangan jaman. Teknologi berkembang digunakan Keraton untuk syiar budaya yang lebih luas,” ujar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi pada keterangan persnya, Senin (8/3).
Menurut Mangkubumi, banyak bukti-bukti kekayaan budaya keraton yang sudah disimpan dengan memanfaatkan teknologi pendokumentasian yang mumpuni.
“Tujuan dari itu adalah agar masyarakat dapat mengenal, memperlajari, kemudian ikut menjaga demi kelestarian budaya keraton dari sekarang hingga jauh ke depan nanti,” tuturnya.
Untuk itu, Keraton Yogyakarta membutuhan dukungan dari tenaga abdi dalem yang memiliki keahlian namun tetap menjunjung adat dan budi pekerti.
Perkembangan jaman yang diadopsi keraton ini diharapkan dapat menjadi penyemangat untuk membangun Daerah Istimea Yogyakarta (DIY) yang semakin sejahtera namun tetap berbudaya.
Dengan adanya Peringatan Tingalan Jumenengan, putri pertama Sultan HB X tersebut beharap agar Ngarsa Dalem (Sri Sultan HB X) tetap sehat dan menjadi contoh yang baik bagi rakyatnya.
“Semoga Ngarsa Dalem, dapat menjadi sosok yang Hamengku (melindungi), Hamangku (mengutamakan kepentingan rakyat, lebih baik memberi daripada menerima) dan Hamengkoni (menguatkan),” harapnya.
Ia menambahkan, semoga Sultan diberikan tambahan berkah dalam memimpin keraton, kelarga dan masyarakat Yogyakarta dengan segala dinamikanya.
Peringatan Kenaikan Tahta Sri Sultan Hamengkubuwono X atau Tingalan Jumenengan Dalem ke 33 tahun ini, keraton tetap menggelar sejumlah tradisi namun dengan pembatasan seperti Ngebluk, Ngapem, Sugengan, dan Labuhan.
Untuk prosesi Labuhan akan dilakukan di tiga lokasi yaitu Gunung Merapi, Pantai Parangkusumo dan Gunung Lawu.
“Semua tradisi tetap kami selenggarakan namun dengan penyesuaian dan pembatasan karena saat ini DIY masih dalam kondisi pandemi Covid-19,” ungkapnya.
Kirim Komentar