![](/images/upload/20110221_LD3.gif)
Begitu banyaknya cerita cinta yang
masih populer di tengah-tengah masyarakat Bali, dapat menunjukkan konsen
masyarakat pada cinta dan kasih sayang pada diri mereka tetap kuat. Di setiap odalan
atau upacara adat dan keagamaan desa, pertunjukkan yang membawakan lakon cinta
masih banyak ditemui.Bale banjar dan panggung tradisional selalu
dihadiri sejumlah penonton, baik tua maupun muda. Namun belakangan jumlahnya
semakin lama semakin menyusut. Dulu pementasan arja atau drama gong selalu
dipadati penonton, sampai-sampai jauh hari sebelum pementasan tempat duduk
telah habis dipesan. Namun sekarang terisi setengah bahkan sepertiga dari
kapasitas saja sudah lumayan, keberadaannya seakan-akan sebagai kelengkapan
tradisi yang semakin hilang makna.
Seiring dengan perkembangan jaman, "perayaan" cinta juga ikut berkembang. Terbukanya gerbang-gerbang interaksi antar bangsa, mengakibatkan semakin intensnya persentuhan antar budaya. Kisah-kisah cinta warisan leluhur semakin mendapatkan tantangan dan seakan tergerus oleh cerita cinta jaman sekarang yang gencar ditebarkan di media massa. Hegemoni media setidaknya mempengaruhi kecenderungan, selera dan pandangan estetik muda-mudi kini. "kita adalah apa yang kita konsumsi", mungkin ungkapan tersebut dapat menggambarkan kondisi gonjang-ganjing identitaskita. Jaring kapital semakin kuat mencengkram dengan tawaran aneka produk yang menggugah konsumsi masyarakat.
Selanjutnya perayaan cinta pada masa saat ini, seakan-akan dipersempit untuk menyebutkan sebuah hari yang dikenal dengan valentine yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Semuanya berlomba-lomba menunjukkan besarnya cinta dan kasih sayangnya dengan memakai beberapa simbol. Diantaranya yaitu coklat, bunga,dan aneka pernik-pernik yang berwarna pink. Padahal konon perayaan ini berawal dari tradisi Gereja Roma, merupakan peringatan atas meninggalnya seorang santo yang bernama St, Valentinus yang dianggap sebagai pahlawan cinta. Dia meninggal karena berani melanggar titah raja, dengan bersikeras menikahkan beberapa muda-mudi yang mana kala itu raja melarang prajuritnya mengikat cinta atau menikah.
Cerita cinta nan jauh disana, sampai juga di kebudayaan kita. Hal ini memang sulit untuk dihindarkan, sebagai bagian dari masyarakat dunia, Bali tidak mungkin menutup mata, hidung, dan telinga terhadap apa yang sedang terjadi disekitarnya. Pameran Love Diary ini berlangsung dari tanggal 14-22 Februari 2011 di Bentara Budaya Yogyakarta.
Kirim Komentar