Kesuksesan Cokelat Monggo menjadi salah satu ikon kuliner di Yogyakarta, membuat makanan berbahan cokelat ini memiliki peminat yang luar biasa. Nama dengan unsur nJawani ini secara market mampu mengalahkan beberapa produk sejenis yang berkutat dibisnis berbahan dasar cokelat.
Kata Monggo menurut Marketing Communication Cokelat Monggo, Anneke Putri Purwidyantari, adalah bentuk keramahan dalam budaya Jawa. Produk yang alami dari bahan bakunya, kemasan makanan yang berasal dari kertas daur ulang namun bersertifikat FSC ini, juga berkomitmen mengurangi penggunaan plastik dalam proses produksinya. "Kami mengedepankan kualitas rasa premium, peduli pada lingkungan dan bercitarasa khas Monggo," terangnya.
"Cokelat Monggo menggunakan bahan baku berupa cokelat yang jenisnya couverture, cokelat asli yang biasanya mengandung lemak cokelat, chocolate mass dan rasanya pahit dan harganya lebih mahal dari compound yang merupakan jenis cokelat yang terbuat dari lemak cokelat, kemudian dicampur dengan nabati dan gula, jadi kami menggunakan produk yang asli," jelasnya.
Agar rasa dan bentuk tetap terjaga, Anneke mengatakan bahwa perlakuan terhadap cokelat memang wajib ekstra. Cokelat harus disimpan dalam suhu kamar antara 16 - 20 derajat celcius. "Agar bentuk cokelatnya tidak lumer, nah parahnya lagi, ada lo beberapa calon agen yang sebenarnya tertarik ingin menjadi reseller produk kami, namun kami harus melakukan survey dahulu seperti masalah tempatnya, ketersediaan kulkas dan beberapa persyaratan lain yang wajib dimiliki oleh calon reseller," ungkap wanita yang baru bergabung di Cokelat Monggo 4 bulan lalu ini.
Secara gamblang, saat ini penjualan produk Cokelat Monggo telah tersebar di kawasan Jawa & Bali. "Ada Jakarta, Denpasar, Bandung, Semarang dan Solo, pokoknya kota yang tingkat konsumsinya tinggi," tukas Anneke. Dalam 30 kalender produksi, Produk cokelat yang berbendera PT Anugerah Mulia Indobel ini mengaku dapat menghabiskan 200 Kg Couverture. "Penjualan bisa meningkat pesat saat weekend dan libur nasional," pungkas Anneke saat ditemui Tim Gudegnet dikantornya di Dalem Kg III/978, Purbayan, Kota Gede, Yogyakarta.
"Cokelat Monggo menggunakan bahan baku berupa cokelat yang jenisnya couverture, cokelat asli yang biasanya mengandung lemak cokelat, chocolate mass dan rasanya pahit dan harganya lebih mahal dari compound yang merupakan jenis cokelat yang terbuat dari lemak cokelat, kemudian dicampur dengan nabati dan gula, jadi kami menggunakan produk yang asli," jelasnya.
Agar rasa dan bentuk tetap terjaga, Anneke mengatakan bahwa perlakuan terhadap cokelat memang wajib ekstra. Cokelat harus disimpan dalam suhu kamar antara 16 - 20 derajat celcius. "Agar bentuk cokelatnya tidak lumer, nah parahnya lagi, ada lo beberapa calon agen yang sebenarnya tertarik ingin menjadi reseller produk kami, namun kami harus melakukan survey dahulu seperti masalah tempatnya, ketersediaan kulkas dan beberapa persyaratan lain yang wajib dimiliki oleh calon reseller," ungkap wanita yang baru bergabung di Cokelat Monggo 4 bulan lalu ini.
Secara gamblang, saat ini penjualan produk Cokelat Monggo telah tersebar di kawasan Jawa & Bali. "Ada Jakarta, Denpasar, Bandung, Semarang dan Solo, pokoknya kota yang tingkat konsumsinya tinggi," tukas Anneke. Dalam 30 kalender produksi, Produk cokelat yang berbendera PT Anugerah Mulia Indobel ini mengaku dapat menghabiskan 200 Kg Couverture. "Penjualan bisa meningkat pesat saat weekend dan libur nasional," pungkas Anneke saat ditemui Tim Gudegnet dikantornya di Dalem Kg III/978, Purbayan, Kota Gede, Yogyakarta.
Kirim Komentar