Pelaku pariwisata di Yogyakarta perlu saling menguatkan. Dinamika sosial membuat mereka yang mendulang rejeki dari sektor itu pun harus semakin bersinergi dan meneguhkan.
"Travel agent, dulu, bisa hidup lewat penjualan tiket pesawat dan kereta," kata Arief Sudarmo, tenaga pemasar Purima tour and travel dari Yogyakarta yang ditemui di acara Jakarta Tourism Business Forum 2014 (JTBF) di Jakarta. "Sekarang konsumen sudah bisa pesan sendiri lewat internet. Jadi ya semakin susah."
Lewat acara tahunan yang digagas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi (Disparbud) Provinsi DKI Jakarta ini, Arif ingin semakin meluaskan jaringan dan pertemanan dengan para penggiat wisata lainnya. "Selain itu bisa mendapatkan informasi kira-kira apa yang bisa dijual di Yogyakarta dan sebaliknya."
Saat ditanya pengalamannya menjalankan bisnis pelesir di Yogyakarta, Arif mengatakan, "Jogja is too crowded." Ia melihat lebih banyak paket city tour. Sedangkan aspek-aspek budaya yang semestinya dihidupi cenderung justru mulai ditinggalkan.
"Yogya itu kan kota pelajar sekaligus kota budaya," katanya "Berapa sih pelajar yang mengenal dan bisa menunjukkan kebudayaan Jawa di Yogyakarta."
JTBF diikuti peserta yang berasal dari 30 kota di Indonesia, serta beberapa negara yang tergabung di ASEAN. Peran keduanya berbeda, dimana pelaku industri wisata sebagai "sellers", sedangkan mereka yang datang dari luar negeri menjadi "buyers".
JTBF 2014 memiliki tujuan pelaku industri di Jakarta menunjukkan visi, misi, serta capaian yang telah dilakukan. Sementara itu pelaku industri dari daerah dan internasional memberikan apresiasi. Tujuannya agar terjadi hubungan yang harmonis dan kerjasama bisnis diantara mereka yang berperan di dalamnya.
"Kalau di Yogya sendiri belum ada ya," kata Arif. "Seingat saya dulu ada yang namanya Jogja Fair setelah gempa (tahun 2007). Tapi memang tidak semegah JTBF."
Kirim Komentar