Yogyakarta, www.gudeg,net - Batik Jolawe, sebuah rumah produksi batik yang berlokasi di Dusun Kalangan RT 5, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, punya sesuatu yang berbeda. Pewarnaan batik di tempat itu tak menggunakan pewarna sintetis, digantikan dengan akar mahoni, sabut kelapa, indigo dan bahan alami lainnya.
Siang itu (01/03) Tim Gudegnet berbincang dengan Dedi H Purwadi, pemilik Jolawe. Dedi bercerita, awalnya, ia dan istrinya juga menggunakan pewarna sintetis dalam produksi batiknya. Pada 2010, ia menemukan masalah pada pewarna sintetis. Dipelajarinya komponen-komponen pewarna sintetis dan dampaknya terhadap tubuh dan lingkungan.
“Ternyata banyak logam berat, merkuri, krom, berbahaya bagi yang terus terpapar” katanya. Bagi lingkungan, pewarna sintetis juga tak baik. Bahan-bahan itu tak bisa terurai di tanah dan jika masuk ke air tanah, akan bersifat meracuni.
Ketika diminta berbagi ilmu tentang desain batik di Solo pada 2010, Dedi melihat bahwa para peserta pelatihan mencelup kain dengan bahan pewarna kuning tua. Ternyata, pewarna itu terbuat dari tanaman Jolawe. Sejak saat itulah batik usahanya ia namai Jolawe, terlebih karena saat itu ia tertarik membuat batik dengan pewarna alam.
Dedi memilih untuk tidak bergelut di disain batik tradisional karena menurutnya sudah banyak produsen batik yang bermain di ranah itu. Motif dari batik Jolawe lebih sederhana, dan bisa disesuaikan dengan permintaan pemesan. Disainnya kontemporer, namun tak meninggalkan corak tradisional.
Satu kain batik Jolawe dihargai mulai dari Rp. 500.000. Ketika terjadi kesalahan dalam pengerjaan pesanan, Dedy akan membicarakannya dengan pemesan. Jika pembeli tak berkenan, ia siap mengulangi. Jolawe juga menyediakan kursus, baik privat maupun rombongan. Workshop short course berdurasi 4 jam untuk 1 orang dipasang tarif Rp. 200.000. Biaya workshop bergantung dengan jumlah peserta. Batik Jolawe memang tak punya warna yang cerah menyala layaknya batik dengan pewarna sintetis. Warnanya cenderung lebih soft, dan itulah ciri batik Jolawe.
Kirim Komentar